ANAK muda Mentawai di Pulau Siberut membuat komunitas yang bertujuan untuk saling bertukar ilmu pengetahuan, memelihara budaya dan pengetahuan tradisional, serta membantu memasarkan produk lokal Mentawai.
Komunitas yang didirikan pada 2023 dan diberi nama “Sinuruk Mattaoi” itu berada di Desa Maileppet, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Anggotanya 20 anak muda.
Komunitas ini digagas dua anak muda Maileppet, Sarno Cependi Samaileppet dan Srikandi Putri, pada 28 Oktober 2022.
Sarno Cependi Samaileppet menjelaskan, asal nama komunitas tersebut dari Bahasa Mentawai, yaitu “Sinuruk” dari kata “Masinuruk” yang artinya “mengundang”. Dari kata ini muncul istilah "Musinuruk Abak" yang artinya “gotong royong” atau “Kerjasama”. Kemudian “Mattaoi” artinya “Mentawai”.
“Walau tidak familiar, tapi Sinuruk kata yang cukup unik dan akhirnya kami pakai untuk nama ‘brand’ dan nama platform media untuk promosi penjualan produk kerajinan Mentawai. Nama ini kemudian juga dipakai untuk nama komunitas,” ujar Sarno, Minggu (1/12/2024).
Sebenarnya, kata Sarno, embrio kelahiran komunitas ini sudah ada dua tahun sebelumnya. Pada 2019, ketika ia kuliah di Padang, Srikandi Putri yang akrab dipanggil Cici mengajaknya ikut kegiatan Kemah Budaya Kaum Muda (KBKM) yang diadakan Kemendikbudristek di Candi Prambanan Yogyakarta.
“Kami mengkaji tentang tato bersama Komunitas Sitasimattaoi dan meraih Terbaik III Nasional Kategori Aktivitas Kajian,” kata Sarno.
Pada 2021, Sarno dan Srikandi Putri kembali ikut kegiatan KBKM untuk Kategori Pembuatan Aplikasi. Mereka mengajukan ide membuat aplikasi marketplace berbasis web untuk memuat seluruh item produk dan jasa lokal di Mentawai.
Alasan Sarno dan Cici membuat aplikasi tersebut agar memudahkan pemasaran produk lokal Mentawai, terutama dari kampung asal mereka Desa Maileppet. Nama yang mereka gunakan sebagai pengelola saat itu adalah Sinuruk Mattaoi.
Sinuruk Mattaoi kemudian membuat situs web dengan domain Sinuruk.id. Web ini untuk tempat memasarkan produk lokal Mentawai agar bisa meningkatkan penjualan produk UMKM, sekaligus wadah anak-anak muda kreatif Mentawai.
“Walau website tersebut sampai sekarang belum rilis, saya dan Cici bertekad untuk terus membantu masyarakat lokal dalam pemasaran produk ke luar Mentawai, kami aktif membuka stan dan membawa produk lokal Mentawai pada setiap kegiatan yang ada di Padang,” kata Sarno.
Mereka kemudian membentuk Komunitas Sinuruk Mattaoi 2023 yang anggotanya adalah siswa dan pemuda putus sekolah di Desa Maileppet. Komunitas ini menjadi wadah anak muda untuk melestarikan nilai budaya warisan nenek moyang.
“Komunitas ini juga dibuat sebagai tempat untuk lebih mengenal budaya Mentawai, baik dari seni dan adat tradisional maupun melek terhadap tekonologi yang berkembang saat ini,” katanya.
Komunitas ini kemudian berkembang hingga juga bergerak dalam pemeliharaan budaya dan pengetahuan tradisional yang dimiliki masyarakat Mentawai.
Pada 29 Oktober 2024-4 November 2024, Komunitas Sinuruk Mataoi didukung Komunitas Seni Nan Tumpah, Padang menggelar kegiatan budaya “Musinuruk ka Simaeruk” di Desa Maileppet.
Kegiatan ini dimulai dari pelatihan teater kepada siswa di empat sekolah di Siberut Selatan oleh Komunitas Seni Nan Tumpah, kemudian pameran foto, pameran seni, pertunjukan budaya Mentawai, pemutaran film, bazaar produk kriya khas Mentawai, dan lapak buku pendidikan budaya dan pengetahuan tradisional Mentawai.
Pameran foto menampilkan foto-foto terkait perjalanan Komunitas Sinuruk Mattaoi. Sedangkan pada acara pembukaan “Musinuruk ka Simaeruk” ditampilkan pertunjukan musikalisasi puisi oleh siswa SMA Negeri 1 Siberut Selatan, grup seni pemenang pertama Lomba Musikalisasi Puisi Tingkat Sumatera Barat 2024.
Malam pembukaan “Musinuruk ka Simaeruk” juga dimeraihi pertunjukan Turuk Laggai yang ditampilkan anggota komunitas “Sinuruk Mattaoi”, yaitu penari Gregory Fransisko dan Elivas yang diiringi musik yang dimainkan Wenses Saurei, Rafli Agus, dan Supri. Pada acara ini juga diputar film dokumenter tentang budaya Mentawai. (Kiriman: Srikandi Putri dari Maileppet, Siberut Selatan, Mentawai/Editor: Febrianti)