Kenangan Penghancuran Budaya Mentawai di Sipora

Uggla.id - Kenangan Penghancuran Budaya Mentawai di Sipora

Gereja di Desa Saurenuk, Pulau Sipora. (Foto- Febrianti/Uggla.id)

Menurut Tirje semua budaya Mentawai di Sipora mulai hilang dengan cepat hingga 1970-an.

Uggla.id, Mentawai - Di Pulau Sipora, seperti dua pulau di selatannya, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan, tidak mudah menemukan sisa kebudayaan Mentawai. Tidak ada lagi rumah komunal uma. Tidak ada lagi sikerei dengan semua ritual arat sabulungannya. Tidak ada lagi tato.

“Budaya lama itu sudah lama hilang sejak masuknya zending Kristen ke Mentawai lebih 100 tahun lalu, dan diteruskan oleh pemerintah Indonesia pada 1954, saat kepercayaan Arat Sabulungan dilarang, budaya makin hilang,” kata Tirjelius Taikatubutoinan, kepala Desa Saurenuk, di Pulau Sipora.

Tirje mengenang, pada tahun 1970-an ia masih melihat sisa-sisa bangunan uma, rumah komunal Mentawai yang masih berdiri di Saurenuk, tapi tidak ditinggali lagi. Masyarakat pindah dari uma. Mereka pindah ke rumah-rumah kecil di kampung baru bentukan pemerntah. Ia mengatakan, saat itu uma dianggap melambangkan kemiskinan.

“Padahal uma itu rumah besar, kayunya terpilih dan bagus, dan itu dibiarkan hancur begitu saja,” katanya.

Menurut Tirje semua budaya Mentawai di Sipora mulai hilang dengan cepat hingga 1970-an. Itu juga sudah terjadi saat zending Belanda masuk ke Mentawai lebih 100 tahun lalu.

Masyarakat yang memeluk agama baru menyerahkan dengan sukarela semua perlengkapan budaya yang dianggap Arat Sabulungan, seperti perlengkapan sikerei dan semua benda-benda yang ada di dalam uma.

“Ada ritual pembakaran secara agama, sejak itu semua atribut budaya bisa dikatakan hilang,” katanya.

Untungnya, meski budaya ritual hilang, ternyata tatanan adat masih tersisa, terutama di Saurenuk. Pada 2019, dengan dibantu Aliansi Masyakarakat Adat (AMAN) Mentawai, sebanyak 5 ribu hektare hutan di Desa Saurenuk yang awalnya hutan produksi ditetapkan sebagai hutan adat di bawah pengelolaan lembaga adat yang dinamakan Uma Saurenuk. 

Pada 18 Agustus 2022 Uma Saurenuk mendapat penghargaan Wana Lestari dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Uma Saurenuk dianggap mampu mengelola hutan adatnya secara lestari.

Nulker Sababalat, Sikamuei (pembantu rimata) di Uma Saurenuk mengatakan budaya lama masih dilakukan dalam pengelola hutan dan ladang oleh masyarakat adat di Sipora. Pembukaan ladang oleh masyarakat di Muntei, Sipora, masih dilakukan dengan tradisi kuno seperti yang dilakukan nenek moyang mereka dulu.

Pembukaan ladang baru yang mereka sebut ‘tinungglu’ dimulai dengan penentuan lokasi dengan mencari tanah yang subur dekat dengan sumber air dan tempatnya tidak terlalu curam. Setelah mendapatkan lokasi, baru dilakukan pembersihan belukar.

Hasil pembersihan belukar tidak dibakar, melainkan dibiarkan di tanah sampai lapuk sendiri. Membakar lahan tidak dilakukan agar tanaman yang masih berguna seperti tanaman obat tidak ikut mati. Kemudian tanaman muda untuk kebutuhan pangan segera ditanam, seperti pisang, ubi, talas, keladi, palawija, sayuran, cabe dan jahe-jahean. Setelah akarnya tumbuh, barulah pohon besar mulai ditebang. 

Tetapi pohon yang diperlukan untuk membuat rumah dan sampan seperti pohon kruing, meranti, dan katuka tetap dibiarkan tumbuh. Untuk kehidupan sehari-hari, masyarakat hanya mengambil dari hasil ladang.

“Hutan masih menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat, untuk mengambil kayu untuk rumah, mengambil manau, dan ladang buah-buahan sumber pangan semua ada di hutan, itu yang akan kami jaga,” kata Nulker.

Menurut Tirjelius dengan lembaga adat yang sudah dibangun kembali di Desa Saurenuk melalui penetaman Uma Saurenuk sebagai pengelola hutan adat, semua pranata kearifan budaya lama di Mentawai dibangun kembali.

“Aturan-aturan adat dalam pengelolaan hutan, penyelesaian sengketa lahan, sudah mulai kami jalankan lagi seperti dulu lewat lembaga adat, ke depan, budaya Mentawai lama seperti membangun kembali uma sebagai rumah komunal juga akan kami upayakan,” katanya.

Baca Juga

primata
Pemuda Adat Mentawai Berusaha Selamatkan 6 Primata Endemik
Mentawai
Pesta Besar di Desa Budaya Mentawai
Siberut
Youth Climate Action Day di Mentawai: Aksi Anak Muda Padukan Agama dan Lingkungan
Pesta Adat
Pesta Besar Liat Eeruk Akan Kembali Digelar di Matotonan, Mentawai
Unand
Unand sebar mahasiswa lakukan pendidikan konservasi primata di Mentawai
Primata
6 Jenis Primata Endemik di Kepulauan Mentawai