Untuk mendukung kegiatan secara medis akan ada dampingan dari seorang dokter yang pernah dilatih di Tawamangu.
Uggla.id, Mentawai - Dinas Kesehatan Kabupetan Kepulauan Mentawai menggagas “Monen Lagek Kukkuet” atau “Ladang Obat Kukuaet”. Ladang itu berupa kebun herbal seluas 2 hektare yang diresmikan pada 5 Oktober 2023 itu terletak di Dusun Boleleu, Tuapeijat, Sipora Utara, Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai Desti Seminora mengatakan tempat itu diberi nama dalam bahasa Mentawai, Monen Laggek “Kukuet” (Ladang Obat “Kukuet”). Kukuet merupakan nama salah satu jenis tanaman obat yang digunakan para tabib tradisional di Kepulauan Mentawai.
Desti mengatakan kawasan hutan itu dijadikan kebun herbal karena ia menemukan ada Siagailagek mencari tanaman obat tradisional di sana. Siagaileggek adalah tabib pengobatan tradisional yang masih tersisa di Pulau Sipora.
Jika di Pulau Siberut pengobatan yang berkaitan dengan alam roh hanya dilakukan Sikerei dan pengobatan dengan tanaman obat dibantu oleh Siagaileggek, di Pulau Sipora Sikerei tidak ada lagi dan hanya tinggal beberapa orang Siagaileggek.
“Pemilik dan pengelola tempat ini tetap masyarakat, Siagaileggek, orang yang bisa mengobati dan membuat ramuan tanaman obat, ada enam Siagaileggek yang biasa mengambil tanaman obat di sini dan mereka tetap di sini, kita hanya memfasilitasi saja, konsepnya pemberdayaan,” kata Desti.
Desti menjelaskan untuk mendukung kegiatan tersebut secara medis akan ada dampingan dari seorang dokter yang sudah dilatih di Tawamangu untuk meresep obat dari tanaman herbal. Ramuan obat itu bisa digunakan pasien yang ada di rumah sakit maupun Puskesmas.
Desti mengatakan kawasaan kebun herbal itu akan menjadi lumbung tanaman obat di pulau Sipora.
“Jenis tanaman obat di sini ada 50 yang sudah terindentifikasi secara ilmiah oleh dosen dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Andalas,” katanya.
Gustaf Taikatubutoinan merupakan satu dari enam Siagailaggek yang terlibat. Ia ahli pengobatan yang diandalkan warga Desa Goiso Oinan, Sipora Utara.
Kakak tertuanya yang sudah meninggal, Viktoria Taikatubutoinan juga dulunya semasa hidup ahli pengobatan. Saat kecil ia sering melihat kakaknya mengambil dan meramu tanaman obat.
“Nenek moyang kami dulu adalah sikerei di Sipora, saya juga mendapatkan keterampilan obat ini dari mimpi, sama seperti seorang sikerei, dituntun untuk mengambil jenis tanaman obat yang saya butuhkan,” kata Gustaf.
Berbeda dengan sikerei, ahli tanaman obat di Pulau Siberut, Gustaf tidak lagi menggunakan ritual seperti menyanyi dan menari untuk berkomunikasi dengan roh seperti dalam ritual Arat Sabulungan, kepercayaan lama Mentawai yang percaya kepada roh-roh.
“Saya hanya berdoa dalam hati, kepada Tuhan Yesus, agar obat yang saya berikan bisa menyembuhkan,” kata Gustaf yang kini memeluk Protestan.
Ia bisa meramu berbagai jenis tanaman obat yang ia tanam di ladangnya dan ada yang ia ambil di hutan untuk mengobati pasiennya.
Di kebun samping rumahnya, Gustaf Taikatubutoinan juga menanam beberapa tanaman berkhasiat obat sepeti bunga simakkainuk atau bunga gandasuli dan kencur yang bisa diramu untuk obat sakit kepala.
Kepulauan Mentawai memiliki potensi tumbuhan obat yang bisa digunakan sebagai herbal dan saintifikasi jamu. Penelitian Pusat Studi Tumbuhan Obat FMIPA Universitas Andalas pada 2000 di salah satu dusun di Pulau Siberut, dari 209 koleksi didapat 154 jenis tumbuhan yang tergabung dalam 53 famili.
Sebanyak 85 persen atau 176 koleksi diketahui khasiat dan penggunaannya secara tradisional dan hanya 33 koleksi atau 15 persen tak diketahui khasiat dan penggunaannya.
Pengetahuan masyarakat tradisional Mentawai tentang manfaat dan kasiat tumbuhan di sekitarnya itu jauh lebih tinggi dari masyarakat di daratan Sumatera bagian Tengah seperti Sumatera Barat (32 persen), Bengkulu (24 persen), Jambi (28 persen), dan Riau (31 persen). (Uggla.id)