Menikmati Tiga Jenis Durian Berbeda Rasa di Pulau Sipora, Mentawai

Durian

Saya bersama Jak Andre Tatubeket memanen durian, rambutan, dan nangka di kebun Tante Endang di Desa Mara, Sipora, Kepulauan Mentawai. (Foto: Sumario Tatubeket)

Hutan di Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai kaya dengan buah-buahan. Ada durian, manggis, langsat, rambutan, dan nangka. Musim durian tahun ini datang di Sipora sejak Januari hingga Maret 2024. Masyarakat menikmati buah durian yang melimpah di kebun mereka.

Tidak setiap tahun musim durian datang pada bulan yang sama. Jika bunga ‘doriat’, ‘bokinoso’, dan ‘toktuk’ sudah mulai kelihatan di pohonnya, itu menjadi penanda bahwa musim ketiga jenis durian ini sudah datang.

Musim durian di Sipora biasanya terjadi pada satu hingga dua kali dalam setahun. Namun awal tahun ini durian serentak musimnya di tiap daerah di Sipora, sehingga durian melimpah dan dijual murah oleh masyarakat. Buah durian yang melimpah ini menjadi mata pencaharian masyarakat. Ada yang dijual kepada pedagang luar untuk dibawa ke Padang, ada juga yang menjual di desa tetangga yang belum datang musim duriannya.

Lampiran Gambar
Saya dengan Tante Endang di ladangnya di Masoggunei, Desa Mara, Sipora, Kepulauan Mentawai. (Foto: Sumario Tatubeket

Pulau Sipora memang memiliki tiga jenis durian yang diberi nama lokal ‘doriat’, ‘bokinoso’, dan ‘toktuk’. Ketiga jenis durian ini memiliki bentuk dan rasa yang berbeda. Doriat memiliki duri yang lebih pendek seperti durian umumnya. Bokinoso memiliki duri yang lebih runcing dari doriat dan aromanya paling menyengat. Sedangkan durian jenis toktuk memiliki duri yang paling panjang dan runcing seperti bulu babi di laut dan aromanya tidak menyengat seperti botinoso atau doriat.

Rasa ketiga durian ini berbeda-beda,. Bagi saya yang paling enak itu doriat dan bokinoso, karena aroma yang tajam serta daging buah yang kuning. Bagi orang Mentawai durian yang paling enak adalah durian yang hampir matang atau masih agak mengkal. Durian seperti ini harus dipetik dari pohon.

Lampiran Gambar
Saya bersama Jak Andre Tatubeket sedang masirukku doriat dan bokinoso (proses menggunduli duri durian). Proses ini dilakukan agar durian aman saat dibawa dalam oorek atau keranjang. (Foto: Sumario Tatubeket

Kenapa kebanyakan orang Mentawai lebih suka memakan durian yang mengkal dan hampir matang, itu karena rasanya lebih enak dan tidak berbau saat sendawa. Sedangkan durian yang matang saat memakannya kita cepat puas dan aromanya menyengat saat kita bersendawa.

Selain itu durian yang matang alkoholnya tinggi. Beberapa orang yang hipertensi dan memiliki gula darah yang tinggi lebih memilih untuk tidak memakan durian matang.

Pada pertengahan Maret 2024 saya dan Jak Andre Tatubekket, kerabat saya, pergi ke ladang Tante Endang, teman Ibu saya di Desa Mara. Kami diajak Tante Endang panen durian di ladangnya.

Lampiran Gambar
Saya bersama Jak Andre Tatubeket saat panen rambutan. (Foto: Sumario Tatubeket)

Di ladang keluarga saya di Beruiulou durian juga ada, tapi buahnya sudah jarang. Kemarau panjang yang terjadi akhir 2023 membuat pohon durian tidak semuanya berbuah. Banyak bunga durian yang rontok karena kekeringan. Panen durian tahun ini di Beriulou lebih menurun dibandingkan panen musim durian 2023.

Kami naik motor ke Desa Mara satu jam perjalanan, lalu lanjut ke ladang durian Tante Endang di Massoggunei yang ditempuh selama 15 menit. Tante Endang sudah menunggu di ladangnya. Beda dengan di Beriulou, durian di Mara terlihat berlimpah. Di ladang Tante Endang banyak durian yang berjatuhan. Ada doriat, bokinoso ,dan toktuk.

Kata Tante Endang dari pada durian yang jatuh itu terbuang, lebih baik kami panen. Kami mulai mengumpulkannya satu persatu. Yang kami kumpulkan lebih banyak jenis doriat dan botinoso. Sedangkan durian toktuk tidak terlalu banyak. Untuk musim durian di Mentawai, doriat lebih duluan berbuah, kemudian diikuti bokinoso dan yang terakhir toktuk.

Lampiran Gambar
Durian hasil panen kami. (Foto: Sumario Tatubeket)

Setelah durian terkumpul cukup banyak, saya dan Jak Andre mulai proses masiruku, yaitu menggunduli duri durian dengan parang. Proses ini dilakukan agar durian aman saat dibawa dalam orek atau keranjang rotan. Masirukku suatu kebiasaan di Mentawai untuk mempermudah memabawa durian dari ladang ke kampung.

Selama empat jam panen durian, kami mengumpulan sekitar 100 buah durian. Ada yang dimakan di kebun dan 90 durian siap dibawa pulang ke kampung. Masing-masing kami mendapat pembagian yang sama banyak, 30 durian per orang.

Selain durian, di kebun Tante Endang juga tumbuh rambutan yang sudah merah. Juga ada ‘’peigu atau nangka yang sudah matang pohon. Kami juga memanen rambutan dan peigu. Rambutan dan nangka juga kami bagi rata dan kami bawa ke kampung. (Sumario Tatubeket/ Editor: Febrianti)

Baca Juga

Mentawai
Komunitas ‘Sinuruk Mattaoi’, Cara Anak Muda Mengangkat Budaya dan Produk Mentawai
Sekolah Adat
Siswa dari 5 Sekolah Adat di Siberut Tampilkan Seni Budaya Mentawai
primata
Pemuda Adat Mentawai Berusaha Selamatkan 6 Primata Endemik
Mentawai
Pesta Besar di Desa Budaya Mentawai
Siberut
Youth Climate Action Day di Mentawai: Aksi Anak Muda Padukan Agama dan Lingkungan
Pesta Adat
Pesta Besar Liat Eeruk Akan Kembali Digelar di Matotonan, Mentawai