PADANG— Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat, AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Mentawai, bupati dan ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai menolak izin baru penebangan hutan skala besar di Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal mengeluarkan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) seluas 20.706 hektare kepada PT Sumber Permata Sipora pada 28 Maret 2023. Saat ini perusahaan itu sedang mengurus Andal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat yang terdiri dari Walhi Sumatra Barat, YCM Mentawai, LBH Padang, PBHI Sumatera Barat dan Forum Mahasiswa Mentawai mendatangi Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Barat yang sedang mengadakan rapat pembahasan Andal di Padang, Kamis (22/5/2025).
Mereka melakukan aksi demonstrasi, membentangkan poster, dan menyatakan penolakan di depan peserta rapat Komisi Penilaian Andal.
Ketua Forum Mahasiswa Mentawai (Formma) Markolinus Sagulu mewakili koalisi mengatakan kehadiran PT Sumber Permata Sipora merupakan ancaman serius terhadap kehidupan dan penghidupan bagi 24.266 jiwa penduduk di areal konsensi itu.
“Hutan bagi masyarakat Mentawai bukan sekedar wilayah yang didominisi oleh kayu, hutan memiliki keterikatan adat, bernilai identitas dan terhubung dalam keyakinan leluhur yang bernilai sakral,” ujarnya.
Kehidupan masyarakat Sipora, kata Marko, sangat bergantung pada hutan dan daerah aliran sungai. Area hutan dan daerah area sungai menjadi sumber penghidupan masyarakat Sipora yang berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan hidup, seperti sagu, pisang, dan keladi sebagai makanan pokok. Juga tanaman lain seperti manau, nilam, kelapa, dan durian.
“Sungai menyediakan sumber-sumber protein bagi masyarakat seperti ikan dan udang,” katanya.

Menurutnya rencana PBPH PT Sumber Permata Sipora akan berpotensi menghilangkan sumber-sumber makanan pokok maupun tanaman penunjang kehidupan masyarakat.
“Karena itu Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar menolak tegas rencana perizinan kepada PT Sumber Permata Sipora,” katanya.
Usai membacakan, Markolinus Sagulu menyerahkan surat pernyataan itu kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Barat Tasliatul Fuadi.
Tasliatul Fuadi menjelaskan Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Barat ditugaskan Kementerian Lingkungan Hidup untuk membahas Andal PT Sumbar Permata Sipora.
“Hari ini rapat komisi Andal mendengar saran pendapat dari publik, tugas kami memberikan rekomendasi terhadap Kementerian Lingkungan Hidup, kita sampaikan aspirasi masyarakat, ada yang menolak ada yang menerima, silahkan nanti menteri yang mengambil keputusan karena kewenanangan ada di pemerintah pusat, jadi kami di sini tidak dalam posisi menerima atau menolak,” katanya kepada pengunjuk rasa.
Tasliatul mengatakan dari sisi tata ruang kawasan konsensi tersebut berada di dalam kawasan hutan produksi. “Jadi tidak ada yang dilanggar,” ujarnya.
Penolakan tidak hanya datang dari Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat, tetapi juga pejabat pemerintah di Kabupaten Kepulauan Mentawai dan AMAN Mentawai.
Ketua DPRD dan Bupati Juga Menolak
Ketua DPRD Kepulauan Mentawai Ibrani Sababalat mengatakan selama ini penebangan hutan skala besar di Mentawai, seperti HPH (Hak Pengusahaan Hutan) yang kini berganti jadi PBPH tidak pernah menguntungkan masyarakat dan hanya menguntungkan pengusaha.
“Dampak sosialnya juga tinggi, akan terjadi persoalan antar suku, nanti masalahnya juga kami di DPRD dipusingkan untuk penyelesaiannya,” katanya ketika dikonfirmasi Kamis (22/5/2025).
Belum lagi, kata Ibrani, kerusakan lingkungan yang akan terjadi. Banjir besar dan dampak kepada sumber air PDAM yang saat ini sering kering saat kemarau karena hutan sudah banyak ditebang.
“Apalagi sekarang mau ditambah ditebang lagi, saya pribadi tidak setuju dengan izin penebangan baru ini,” ujarnya.

Bupati Kepulauan Mentawai Rinto Wardana Samaloisa saat dimintai tanggapannya juga menyampaikan penolakannya. Ia mengatakan sudah mendengar info akan masuknya PT Sumber Permata Sipora di Pulau Sipora, pulau tempat ibu kota Kabupaten Mentawai Tuapeijat berada.
Persoalan terbesar yang dihadapi, kata Rinto, dalam pengelolaan hutan dan pemberian izin-izin tidak lagi menjadi kewenangan pemerintah kabupaten, tetapi langsung dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.
“Jika kewenangan itu ada pada pemerintah kabupaten, maka saya akan menolak dan menghentikannya,” katanya.
Rinto mengatakan sudah menugaskan kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Mentawai untuk menelaah Andal tersebut.
Ketua Bidang Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Mentawai Sihol Simanihuruk usai rapat pembahasan Andal mengatakan telah memberikan masukan agar 14 ribu hektare lahan masyarakat hukum adat yang masuk dalam lokasi PT Sumber Permata Sipora agar dikeluarkan.
“Kalau bisa lahan masyarakat hukum adat itu jangan masuk, karena di dalamnya sudah ada SK Kementerian Lingkungan Hidup 6.000 ha kepada MHA atau Masyarakat Hutan Adat serta ada 8.000 hektare MHA yang sudah di-SK-kan bupati sebagai hutan adat dan sedang proses mendapat SK Menteri Lingkungan Hidup, jadi kami minta tidak diganggu. Selain itu kami juga sedang melakukan kegiatan penanaman manau bersama masyarakat adat di sana,” kata Sihol.
Ketua Badan Pengurus Harian AMAN Mentawai Afridianda Tasilipet mengatakan AMAN Mentawai juga menolak masusknya PBHP PT Sumber Permata Sipora. Sebanyak tujuh komunitas masyarakat adat dampingan AMAN Mentawai yang masuk areal itu, katanya, tidak menginginkan izin konsensi tersebut.
“Hutan 20.706 hektare itu luas, harusnya masyarakat itu sendiri yang menggunakannya. Kalau sudah tidak ada lagi mereka mau menggunakan apa, bagaimana lahan untuk anak-anak mereka ke depan,” ujarnya.
Afridianda mengatakan AMAN Mentawai akan mengirimkan surat penolakan kepada Kementerian Kehutanan,
Kepala Desa Saureinuk, Kecamatan Sipora Selatan Tirjelius usai mengikuti rapat komisi Andal mengatakan, dalam rapat Andal tersebut dia telah menyampaikan penolakan terhadap masuknya 5.686 hektare hutan adat di Desa Saureinuk ke rencana areal PT Sumber Permata Sipora.
“Semoga hutan adat itu bisa diselamatkan. Saya jelas menolak, apalagi dampak lingkungan dan penebangan hutan selama ini sudah sangat besar, banjir paling sering melanda Saureinuk,” katanya.
Ketua YCMM Sebut Tidak Sesuai Zaman
Ketua Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) Rivai Lubis mengatakan pemberian PBPH kepada PT Sumber Permata Sipora tersebut bentuk dari cara negara menegaskan penguasaannya atas hutan.
“Rencana usaha ini adalah model usaha kehutanan yang primitif, tidak sesuai zaman, yang sesuai dengan semangat zaman saat ini adalah yang bersifat green, sebagai upaya kolektif untuk mengatasi krisis iklim, dan usaha tidak melakukan perampasan hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal,” katanya.
Menurut Rivai sebagus apapun dokumen Andal yang disusun dipastikan tidak akan bisa terlaksana dengan baik,
“Ini menyangkut rendahnya komitmen dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, serta kurangnya kapasitas sumber daya yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat, dan Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Mentawai dalam melakukan pengawasan pelaksanaan Andal dan menindaklanjuti laporan-laporan yang disampaikan oleh publik,” katanya.
Kuasa Direktur PT Sumber Permata Sipora Daud Sababalat usai rapat komisi Andal mengatakan proses PBPH masih dalam tahapan Andal.
Dengan banyaknya penolakan, katanya, itu akan menjadi input bagi tim konsultan Andal dan akan dimasukkan.
“Kalau saya memandang positif saja,” ujarnya.
Ia menyebutkan untuk tanah masyarakat hutan adat yang berada di dalam rencana kawasan konsensi, tim konsultan PT Sumber Permata Sipora akan mengecek kembali.
“Tim konsultan akan berkomunikasi dengan Dinas Kehutanan, akan cek kalau ada yang tumpeng tindih. Kalau ada tentunya kita akan keluarkan dari situ,” ujarnya. (Febrianti/Uggla.id)