Tim KSP Cek PBPH PT SPS ke Sipora, Tiga Komunitas Adat Sampaikan Penolakan

KSP Sipora

Tim KSP (Syukriansyah S Latif dan Herbert Taruli Marpaung) dan perwakilan tiga komunitas adat di Pulau Sipora usai pertemuan di Uma Saureinuk di Desa Saureinuk pada Rabu, 2 Juli 2025. (Foto: Riko Saogo)

MENANGGAPI gencarnya penolakan ‘izin pembabatan hutan’ di Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, pemerintah pusat mengirim tim dari KSP (Kantor Staf Presiden). Tim KSP mendatangi kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat pada Senin, 31 Juni 2025.

Kemudian, selama tiga hari, Selasa-Kamis, 1-3 Juli 2025, Tim KSP berada di Pulau Sipora. Tim menemui bupati Mentawai, tokoh masyarakat, LSM lokal, perusahaan, tokoh adat, dan wisatawan.

Tujuan utama tim KSP ke Sipora untuk menjaring aspirasi masyarakat terkait Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT Sumber Permata Sipora (PT SPS) seluas 20.706 hektare di Pulau Sipora. Luas izin ini sepertiga luas pulau.

Memanfaatkan kedatangan Tim KSP, tiga komunitas adat di Pulau Sipora menyampaikan penolakan terhadap PBPH PT Sumber Permata Sipora. Penolakan disampaikan ketika Tim KSP bertemu ketiga komunitas di Uma Saureinuk di Desa Saureinuk pada Rabu, 2 Juli 2025.

Menurut ketiga komunitas adat tersebut lahan mereka masuk ke dalam areal izin. Komunitas adat dari Uma Saureinuk (Desa Saureinuk) mengatakan luas wilayah adat mereka masuk 7.846 ha. Sedangkan komunitas adat dari Uma Usut Ngaik di Desa Matobek luas wilayah adat mereka masuk 1.016. Lainnya, komunitas adat dari Uma Rokot dari Desa Matobek 941 ha.

Tim dari KSP yang hadir adalah Syukriansyah S Latif, tenaga ahli utama Kedeputian II, dan Herbert Taruli Marpaung, tenaga ahli madya.

Nulker Sababalat dari Uma Saureinuk mengatakan dalam pertemuan itu ketiga komunitas menyampaikan penolakan terhadap PBPH PT Sumber Permata Sipora kepada Tim KSP.

“Kami sudah menyampaikan penolakan, kami tidak setuju hutan adat kami masuk ke dalam PBHP PT Sumber Permata Sipora,” katanya.

Lampiran Gambar
Tiga komunitas adat di Pulau Sipora menyerahkan surat penolakan terhadap Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT Sumber Permata Sipora (PT SPS) kepada Tim KSP, Kamis, 3 Juli 2025. (Foto: Riko Saogo)

Alasannya, jelas Nulker, kehadiran PT SPS tanpa persetujuan ketiga komunitas.

“Tadi kami sampaikan, hutan adat kami sudah ada SK dari KLHK, dan katanya tidak boleh dialihkan ke pihak lain, tetapi sekarang kementerian sendiri yang akan mengalihkan hutan adat ke pengusaha,” katanya.

Selain itu, anggota komunitas adat lainnya juga menyampaikan keberatan dengan masuknya perusahaan yang akan menebang hutan skala besar dan dalam jangka waktu yang lama.

“Bulan lalu saja banjir besar sudah melanda Desa Saureinuk, bahkan bupati juga sudah menetapkan status tanggap darurat, apalagi kalau hutannya semakin banyak yang ditebang, banjir akan semakin parah,” kata Nulker.

Tanah bagi orang Mentawai, tambah Nulker, adalah pemersatu suatu suku dan suatu klan yang mengikat secara turun- temurun. Kalau masuk perusahaan yang mengeksploitasi hutan akan  terjadi konflik antar suku, antar saudara, dan bahkan masyarakat bisa berhadapan dengan aparat keamanan.

“Biarkan kami mengelola tanah kami ini sesuai kearifan lokal, tidak pernah kami merusak alam sembarangan,” ujarnya.

Nulker menyebutkan kedatangan Tim KSP ke Sipora terkait akan masuknya PT SPS untuk pengelolaan hutan.

“Mereka datang untuk mengkaji apakan pengeloaan hutan tersebut akan bermanfaat atau perlu dikaji ulang. Mereka ingin mendengar informasi dari semua pihak,” katanya.

Sehari sebelum bertemu dengan ketika komunitas adat, pada Selasa, 1 Juli 2025 tim KSP bertemu dengan Bupati Kepulauan Mentawai Rinto Wardana Samaloisa dan stafnya, serta tokoh masyarakat dan LSM lokal di Kantor Bupati Mentawai di Tuapeijat, Pulau Sipora.

Bupati Rinto Wardana tidak menjawab pesan WA saat dikonfirmasi terkait pertemuan. Namun seorang peserta yang hadir dan meminta namanya tidak disebutkan mengatakan bupati dengan tegas menolak kehadiran BPPH PT Sumber Permata Sipora.

“Kami yang hadir saat itu semuanya menyampaikan penolakan,” ujarnya.

Tim KSP Herbert Taruli Marpaung mengatakan kedatangan timnya ke Sipora dan Padang untuk melihat dan mendengar langsung dari semua pihak terkait PBPH PT SPS. Tim KSP, katanya, bertemu dengan Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Barat, Bupati Mentawai, LSM, dan masyarakat adat.

“Sejauh ini hasilnya tidak ada karena belum kami rampungkan, nanti kami rampungkan dari semua yang kami lihat dan kami dengar,” kata Herbert ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Kamis, 3 Juli 2025. (Febrianti/Uggla.id)

Baca Juga

pisang
Hama Pisang Menyerang Mentawai, Ini Saran 3 Ahli Pertanian
Sipora
Izin Baru Penebangan Hutan Skala Besar di Sipora, Mentawai Ditolak Sejumlah Pihak
Toek Sipora
Terancamnya Budi Daya Toek Para Perempuan di Sipora, Mentawai
Pagai
Melawan Gempuran Kapal Penjarah
KKI Warsi
KKI Warsi Telah Salurkan Dana Hibah Rp2,3 Miliar untuk Komunitas Perhutanan Sosial
Nelayan Todak
Kisah Para Nelayan Mentawai Korban Ikan Todak