Oleh: Yohanes Irman
DESA Bojakan di Siberut Utara, Kepulauan Mentawai selama ini dikenal sebagai desa dengan alam yang kaya. Sungainya yang jernih menjadi sumber air bersih bagi masyarakat, tempat anak-anak bermain, sekaligus jalur transportasi utama.
Di sungai itulah udang dan ikan selalu ada, memberi makan banyak keluarga. Air yang bersih juga menjadikan sagu yang diolah di Bojakan dikenal berkualitas baik.
Hutan di sekitar Bojakan juga bukan sekadar kumpulan pohon. Dari sana masyarakat mengambil kayu untuk rumah dan sampan, rotan untuk anyaman, dan tumbuhan obat-obatan untuk kebutuhan sehari hari.
Satwa endemik juga hidup berdampingan dengan masyarakat, menjadi bagian dari keseimbangan alam yang sudah lama terjaga.

Namun semua itu kini menghadapi ancaman besar dengan rencana masuknya Hutan Tanaman Energi (HTE) PT Biomass Andalan Energy (BAE) seluas 19.876,59 di Pulau Siberut.
Hutan di Desa Bojakan salah satu dari lima desa lainnya yang masuk ke dalam kawasan konsesi BAE. Hutan alam akan ditebang dan akan diganti dengan tanaman kaliandra. Bibit kaliandra sudah dibagikan saat launching perusahaan itu pada awal Mei 2025 di Subelen.
Janji dan Iming-Iming HTE
Perusahaan datang membawa janji manis. Mereka bicara tentang lapangan kerja, infrastruktur jalan yang lebih baik, serta uang kompensasi bagi masyarakat. Semua itu seolah-olah menjanjikan masa depan yang lebih cerah.
Sebagian warga tentu saja tergoda. Siapa yang tidak ingin desanya maju? Siapa yang tidak ingin ada penghasilan tambahan? Tetapi dampak negatif mengintai. Di balik janji itu, ancaman serius menunggu.
Kaliandra memang tumbuh cepat, tapi ia bukan bagian dari ekosistem hutan asli Bojakan. Akar dangkalnya tak mampu menahan air seperti pohon besar di hutan. Akibatnya, air hujan akan langsung meluncur ke sungai. Banjir akan lebih sering datang, merusak rumah dan kebun masyarakat.

Bukaan lahan dalam skala besar juga akan membuat sungai tercemar lumpur dan bahan kimia. Sungai yang kini jernih bisa berubah keruh, membuat udang dan ikan hilang. Rencana budi daya ikan air tawar BUMDes Turik Oinan yang akan kami kelola bisa terancam.
Hilangnya hutan berarti masyarakat akan kesulitan mendapatkan kayu untuk rumah dan sampan. Juga rotan untuk kerajinan dan tumbuhan obat untuk kebutuhan keluarga. Satwa endemik pun kehilangan habitat, bahkan bisa masuk ke kampung, menimbulkan konflik baru.
Masyarakat akan kehilangan lebih banyak daripada yang mereka dapatkan.
Bojakan sebenarnya sudah punya jalan lain menuju kemajuan, seperti membuat ekowisata minat khusus yang menjaga hutan tetap lestari sambil mendatangkan manfaat ekonomi.
Budi daya ikan air tawar yang bisa memperkuat pangan dan penghasilan. Pertanian dan peternakan terpadu yang tidak merusak lingkungan. Inisiatif-inisiatif ini sedang mulai dirintis BUMDes Tirik Oinan.
Memang butuh waktu dan kesabaran, tapi hasilnya lebih berkelanjutan. Masyarakat bisa maju tanpa harus kehilangan hutan dan sungainya.

Kami tidak menolak pembangunan. Kami ingin maju. Tapi kami ingin maju bersama hutan dan sungai, bukan di atas kehancurannya.
Kami tidak ingin menukar air jernih dengan lumpur. Bojakan akan tetap hidup hanya jika hutan dan sungainya dijaga.
Pembangunan sejati bukan yang merampas, tapi yang menjaga. Mari kita bijak menyikapi Hutan Tanaman Energi dengan kaliandranya.
Hutan adalah benteng kita. Sungai adalah darah kehidupan kita. Rotan, kayu, obat, dan satwa adalah bagian dari hidup kita. Jika semua itu hilang, maka hilanglah Bojakan. (Kiriman: Yohanes Irman, Direktur BUMDes Tirik Oinan Desa Bojakan, Kecamatan Siberut Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai/ Editor: Febrianti)
Tulisan ini juga dimuat di blog Kinekre.