Sapi-Sapi Pemakan Sampah Kota Padang

sapi sampah

Sapi-sapi di atas gunungan sampah TPA Air Dingin, Kota Padang yang menjadikan sampah sebagai ruang hidup, sekaligus sumber pangan mereka, 15 November 2025. (Foto: Annatasya)

Oleh: Annatasya, Intan Ramadani, Lira Septia, Rafi Rahman, Aulia Nabila, dan Fahri Ramlan Imanda (mahasiswa UNP Padang)

PADA Sabtu 15 November 2025, sekitar pukul 17.00 WIB, kami melakukan perjalanan menuju lokasi sampah seluruh Kota Padang, Sumatera Barat berakhir, yaitu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air Dingin di kawasan Lubuk Minturun, Kota Padang.

Akses menuju Lokasi awalnya melewati permukiman warga, namun semakin mendekati TPA, suasana berubah drastis. Truk-truk pengangkut sampah lalu lalang tanpa henti, disertai aroma menyengat yang mulai tercium beberapa kilometer sebelum lokasi.

Sesampainya di TPA Air Dingin, hamparan sampah tampak menggunung dan mendominasi kawasan tersebut. Area penumpukan sampah membentang seluas kurang lebih 4 hektare, dengan ketinggian tumpukan mencapai 2-5 meter di beberapa titik. Deretan truk yang datang membawa sampah datang silih berganti mebuang muatan sampahnya di TPA.

Sampah dari Kota Padang itu tampak menghitam. Bukan hanya berasal dari limbah rumah tangga, melainkan bercampur dengan berbagai jenis limbah lain yang menimbulkan aroma menyengat di sekitar lokasi. 

Lampiran Gambar
Sapi sedang memakan sampah di TPA Air Dingin, Kota Padang, 9 Desember 2025. (Foto: Annatasya)

Namun gunungan sampah itu juga dimanfaatkan oleh para peternak sekitar sebagai sumber pakan bagi hewan ternak mereka. Setiap pagi, puluhan sapi mereka bawa ke lokasi TPA, dibiarkan mencari makanannya sendiri.

Pagi itu di tengah hamparan sampah TPA, puluhan ekor sapi terlihat  berkeliaran di antara gunungan sampah di dekat truk yang sedang menurunkan muatan. Sampah organik dan anorganik bercampur menjadi satu.

Gerombolan sapi yang rata-rata kurus itu terlihat memakan sisa nasi, sayuran, buah-buahan busuk, ampas tahu, ampas kelapa, roti dan makanan lain yang kadaluarsa dari buangan rumah tangga. Juga sampah dari pasar dan rumah makan.

Tidak hanya sampah sisa makanan, sapi-sapi itu juga terlihat memakan kemasan plastik bekas makanan, styrofoam, plastik sachet, sedotan,  kertas berlapis plastik, hingga limbah rumah tangga, seperti popok sekali pakai dan masker.

Sapi-sapi tersebut dilepas mulai dari pagi hingga menjelang sore dijemput kembali oleh pemiliknya. Sapi-sapi itu sengaja dilepas agar mereka mencari makanannya sendiri di tumpukan sampah itu.

“Kami melepas sapi-sapi ini di TPA karena dulunya memang ini tempat mereka mencari makan, dan sapi ini juga bisa mencari makannya sendiri di tumpukan sampah itu,” ujar Mida, 41 tahun, seorang pemilik sapi.

Mida menceritakan beberapa pemilik sapi di sekitar TPA Air Dingin sudah biasa melepaskan ternak mereka mencari makanan dari tumpukan sampah.

“Ini mempermudah pekerjaan kami,” katanya.

Membawa sapi ke tempat sampah, kata Mida, merupakan rutinitas yang biasa dilakukan pemilik ternak di Air Dingin. Kebiasaan tersebut sulit dihentikan, karena banyak dari peternak termudahkan dengan membiarkan sapinya berkeliaran sepanjang hari di TPA.

“Saya sudah lama melepaskan sapi-sapi saya di TPA, sejak sembilan tahun lalu, itu dilakukan setiap hari. Pagi hari kami melepaskan sapi, kemudian di sore harinya kami menjemput kembali untuk dibawa pulang,” ujarnya.

Lampiran Gambar
Sapi mencari makan ketika truk sampah membuang sampah di TPA Air Dingin, Kota Padang, 9 Desember 2025. (Foto: Annatasya)

Rumah Mida tak jauh dari TPA Air Dingin. Setiap sore ia menjemput 26 sapi yang ia gembalakan ke tempat pembuangan sampah itu.

Tak jauh dari tumpukan sampah TPA terdapat padang rumput yang cukup luas. Namun hanya sedikit dari sapi-sapi itu yang dilepaskan di sana.

“Sapi itu sudah terbiasa memakan sampah, jadi mereka tidak terbiasa lagi makan rumput,” kata Mida.

Sapi untuk Lebaran

Mida mengatakan sapi yang ia ternak akan dijual pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha karena penjualan sapi meningkat di waktu itu.

Leni, 52 tahun, peternak lainnya bercerita, sebelum lokasi itu dijadikan TPA Air Dingin, tempat itu awalnya merupakan lahan warga dan tempat warga berladang. Juga tempat hewan ternak mencari makanannya.

“Tiga puluh tahun yang lalu, saat Ibuk masih kecil, TPA ini menjadi tempat kami berladang dan mengembala,” ujarnya.

Pemko Padang, katanya, kemudian mengubah lokasi itu menjadi tempat pembuangan sampah. Akibatnya banyak masyarakat yang kehilangan lahan dan hasil ladang.

“Tapi pemerintah bertanggung jawab dan mengganti kerugian yang kami alami, dan kami juga setuju dengan kebijakan tersebut asalkan kami diizinkan untuk memulung demi kebutuhan ekonomi kami,” ujarnya.

Setelah itu, hewan-hewan ternak menjadi terbiasa untuk mencari makanan di tumpukan sampah TPA. Tumpukan sampah itu menjadi “padang rumput” baru bagi sapi.

Rusdimansyah, S.Pt, Msi, Lektor Teknologi Produksi Peternakan Universitas Andalas yang diwawancarai pada 10  Desember 2025 mengatakan hewan yang mengonsumsi sampah yang telah tercampur limbah non-organik seperti plastik, kaca, dan logam berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang pada kesehatan ternak.

“Sebenarnya sapi tidak bermasalah jika memakan sampah organik seperti sisa sayuran, namun jika sudah tercampur plastik atau limbah lain, itu bisa berdampak jangka panjang terhadap kesehatan sapi dan kualitas dagingnya,” ujarnya.

Lampiran Gambar
Sapi-sapi mencari sisa makanan di antara tumpukan sampah TPA Air Dingin, 9 Desember 2025. (Foto: Annatasya)

Dari sisi kesehatan, kata Rusdimansyah, sapi yang mengonsumsi sampah non-organik berpotensi terpapar limbah berbahaya seperti logam berat, dan zat kimia limbah pabrik atau limbah rumah sakit.

“Sehingga dapat membahayakan kesehatan ternak dan menimbulkan risiko bagi manusia apabila dagingnya dikonsumsi,” katanya.

Menurutnya di TPA, meskipun sebagian sapi masih memilih sisa sayuran dari sampah pasar, tidak sedikit pula yang mengonsumsi plastik bersama makanan tersebut. Itu terjadi karena aroma sisa makanan yang terbungkus plastik seringkali menarik perhatian sapi.

“Seharusnya memberikan pakan sapi itu harus pakan yang seimbang seperti dari hijauan segar rumput, daun, kacang, atau jerami yang menjadi sumber serat utama, dan juga seharusnya menyediakan vitamin dan mineral tambahan untuk mendukung perkembangan sapi dan membantu menjaga daya tahan tubuh sapi,” katanya.

Kejadian ini, kata Rusdimansyah, menjadi tantangan bagi praktisi, termasuk dirinya, untuk melakukan uji laboratorium kepada hewan dan sampah di TPA Aia Dingin.

“Ini menjadi tantangan juga bagi saya untuk ke depannya melakukan uji laboratorium mengenai sapi yang mengonsumsi sampah ini,” katanya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, Sumatera Barat menduduki peringkat ketiga dari 38 provinsi di Indonesia memiliki populasi tertinggi sapi potong, yaitu 236.393 ekor.

Selain itu, bagi masyarakat Kota Padang, daging sapi bukan hanya sekedar bahan pangan, tetapi bagian penting dari makanan khas padang, seperti rendang yang sudah melegenda, dendeng, hingga sate. Dalam hal ini daging sapi merupakan salah satu bahan utama yang diperlukan dalam membuat makanan tersebut. (Editor: Febrianti/Uggla.id)

(Liputan ini dikerjakan mahasiswa Annatasya, Intan Ramadani, Lira Septia, Rafi Rahman, Aulia Nabila, dan Fahri Ramlan Imanda untuk tugas Mata Kuliah Jurnalisme Lingkungan, kolaborasi Pulitzer Center dengan Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Padang).

Baca Juga

Telur Penyu
Telur Penyu yang Dilindungi Kembali Marak Dijual di Kota Padang
banjir bandang padang
Banjir Bandang di Kota Padang: Daratan Sengsara, Laut Turut Menderita
metawai panah
Menyaksikan Pemburu Mentawai Meramu Racun Panah
sikerei siberut
Arat Sabulungan dan Gempuran Agama dalam Kenangan Sikerei
babi siberut
Babi-Babi yang Dimantra di Hutan Siberut
siberut
Keistimewaan Kuali Nomor 30 di Siberut