Induk Badak Jawa Tertangkap Kamera Memiliki Anak

Badak

Anak Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) bersama induknya yang tertangkap kamera jebak (camera trap) yang dipasang di wilayah Semenanjung Ujung Kulon. (Foto: Taman Nasional Ujung Kulon)

Uggla.id – Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) menyampaikan kabar gembira ketika kamera jebak (camera trap) yang dipasang di wilayah Semenanjung Ujung Kulon merekam satu individu baru anak Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) bersama induknya. Tangkapan kamera itu terjadi pada pukul 11:49 WIB pada 4 Maret 2024.

Kepala Taman Nasional Ujung Kulon Ardi Andomo yang dihubungi Uggla.id pada Sabtu (6/4/2024) mengatakan identitas atau ID induk badak itu belum teridentivikasi, namun anaknya sudah diberi identitas ID 093.2024.

“Semua Badak Jawa di TNUK yang berjumlah 82 individu telah diberikan ID yang dibedakan berdasarkan cirinya,” kata Ardi.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekositem (KSDAE) Satyawan Pudyatmoko melalui siaran pers yang dikeluarkan pada Sabtu (6/4/2024) menyampaikan rasa gembira atas temuan anak badak tersebut. Pihaknya akan terus memantau perkembangan anak badak itu sebagaimana anak badak yang lain.

"Ahamdullilah, ini merupakan berita gembira dan membuktikan bahwa Badak Jawa di dunia yang hanya ada di Ujung Kulon dapat berkembang dengan baik dan lestari," ujarnya.

Kepastian adanya anakan baru Badak Jawa berdasarkan hasil dari Monitoring Badak Jawa (MBJ) yang dilaksanakan pada Februari- April 2024. Kemudian ditindaklanjuti dengan analisis fisik dari para ahli identifikasi individu Badak Jawa dengan anggota dari para mitra dan akademisi.

Keberhasilan itu, demikian siaran pers yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tidak terlepas dari pembaharuan metode pemasangan kamera jebak dengan metode sistematik sampling (cluster) dengan memasang 126 unit kamera jebak.

Hasil identifikasi tim, anakan Badak Jawa yang terekam itu diperkirakan berusia 3 sampai 5 bulan. Untuk sementara anak Badak Jawa itu diberi identitas ID.093.2024. Jenis kelamin belum teridentifikasi karena posisi badan bagian belakang tidak berada tepat di depan kamera. Belum ada ciri khusus atau cacat yang telihat dari penampakan badan sehingga bisa dikategorikan mulus atau normal.

Hasil identifikasi sang induk menunjukkan memiliki cula batok yang cukup jelas. Bagian kepala tidak terlihat jelas sehingga ciri-ciri yang ada pada wajah tidak teridentifikasi. Telinga kanan dan kiri normal atau tidak memiliki bekas luka/cacat. Gelambir bagian kiri sinambung dan bagian kanan tidak terlihat, serta ekornya normal.

“Meski begitu, belum teridentifikasi dengan jelas nama dan ID badak induk, karena posisi badak yang terlalu dekat dengan kamera jebak,” kata Satyawan.

Rekaman anak Badak Jawa ini merupakan temuan susulan, di mana sebelumnya pada 2022 dan 2023 juga berhasil terekam kamera 2 anak Badak Jawa baru di TNUK dengan ID.091.2022 (betina) dan ID.092.2023 (betina).

“Kita tidak boleh terlena dengan kegembiraan temuan kelahiran ini. Meskipun Badak Jawa dapat berkembang biak bukan berarti habitat dan individu Badak Jawa aman dari berbagai gangguan,” katanya.

Gangguan atau ancaman terhadap keberadaan dan kelestarian Badak Jawa itu di antaranya aktivitas perburuan, predator seperti ajag atau anjing hutan, penyakit, potensi inbreeding depression, dan bencana alam.

 "Untuk itu, kita dan semua pihak yang membantu dalam upaya pelestarian Badak Jawa tidak boleh lengah dan selalu mengantisipasi terhadap setiap ancaman yang mungkin akan terjadi," ujarnya.

Jumlah Terbanyak Sepanjang Sejarah

Kepala Taman Nasional Ujung Kulon Ardi Andomo kepada Uggla.id menjelaskanada 8 parameter ciri-ciri untuk mengetahui satu individu Badak Jawa dengan individu yang lain. Parameter itu di antaranya cula, kerutan pada mata, telinga, ekor, ukuran tubuh, ciri-ciri khusus, dan warna kulit..

“Saat ini dengan jumlah Badak Jawa 82 ekor merupakan jumlah terbanyak sepanjang sejarah, di mana ketika Zaman Belanda hanya berkisar 25 ekor, sehingga kita menyatakan bahwa saat ini adalah populasi terbanyak sepanjang sejarah. Kondisi ini menyatakan bawa habitat Badak Jawa masih sangat baik,” katanya.

Menurut Ardi, ancaman Badak Jawa saat ini adalah perburuan dan kondisi gen yang terbatas. Kemudian ancaman bencana alam berupa tsunami, karena habitat Badak Jawa berada pada sumber gempa Megathrust Jawa dan Gunung Krakatau yang aktif, serta ancaman adanya penyakit yang bisa saja ditularkan dari manusia maupun ternak.

“Saat ini kita banyak melakukan program perlindungan Badak Jawa,” katanya.

Program itu, pertama sistem full protection atau perlindungan penuh untuk wilayah di semenanjung Ujung Kulon. Masyarakat luas tidak diperkenankan masuk ke dalam kawasan Semenanjung, baik untuk wisata maupun untuk kegiatan pendidikan dan lainnya, karena khusus untuk perlindungan badak.

Kedua, penutupan jalur wisata di seluruh semenanjung Ujung Kulon. Ketiga, Taman Nasional Ujung Kulon melakukan sistem patroli 24 jam dan 7 hari dalam seminggu. Artinya, petugas terus-terusan berada di lapangan.

Keempat, petugas juga melakukan pengawasan melalui kawasan laut, baik di laut selatan maupun di laut bagian utara

“Kita juga melakukan sistem monitoring di dalam kawasan dengan menggunakan kamera jebak,” kata Ardi.

Dalam metode pemasangan kamera trap, TNUK menggunakan sistem baru, yaitu seluruh kawasan Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon dipasang kamera trap sehingga tidak ada celah lain bagi Badak Jawa menghindari kamera trap.

“Rencana ke depan adalah melakukan penggiringan Badak Jawa ke JRSCA (Javan Rhino Study Conservation Area) dan akan dilakukan upaya pengembangbiakan terkontrol untuk individu tertentu,” ujarnya. (Febrianti/Uggla.id)

Baca Juga

Mentawai
Melihat Satwa Endemik Mentawai di Pulau Siberut
Mentawai
Komunitas ‘Sinuruk Mattaoi’, Cara Anak Muda Mengangkat Budaya dan Produk Mentawai
Sekolah Adat
Siswa dari 5 Sekolah Adat di Siberut Tampilkan Seni Budaya Mentawai
primata
Pemuda Adat Mentawai Berusaha Selamatkan 6 Primata Endemik
Mentawai
Pesta Besar di Desa Budaya Mentawai
Siberut
Youth Climate Action Day di Mentawai: Aksi Anak Muda Padukan Agama dan Lingkungan