Hutan Mentawai menyimpan banyak sekali kekayaan alam yang sangat bermanfaat untuk kehidupan masyarakat adat Mentawai. Sejak zaman dahulu masyarakat Mentawai telah memanfaatkan sumber daya dari hutan. Pemanfaatan hutan itu tidak hanya untuk makanan, kayu bakar, sampan, dan bahan bangunan, tetapi juga salah satu yang paling penting adalah untuk tumbuhan obat-obatan.
Masyarakat adat suku Mentawai memiliki pengetahuan meracik dan melakukan pengobatan, pengobatan itu dilakukan oleh seorang sikerei ahli pengobatan yang telah dinobatkan dengan ritual. Selain itu pengobatan juga dilakukan oleh orang bukan sikerei yang memiliki pengetahuan khusus dalam pengobatan.
Pengetahuan masyarakat ini sangat penting untuk dilestarikan dari generasi ke generasi. Namun seiring berjalannya waktu, lambat laun masyarakat merasa kehilangan pengetahuan tersebut, terutama di era saat ini. Generasi muda Mentawai tidak lagi mengetahuinya.
Yayasan Pendidikan Budaya Mentawai (YPBM) adalah sebuah lembaga nonprofit yang menyediakan akses pendidikan pengetahuan adat Mentawai. YPBM berkomitmen memberikan wadah kepada masyarakat, khususnya siswa sekolah formal.
Melalui program pendidikan budaya dan ekologi, empat tahun lalu YPBM membentuk tiga sekolah adat di tiga desa di Kecamatan Siberut Selatan, yaitu Desa Muntei, Desa Mailepet, dan Desa Madobag. Anak yang terlibat 300 orang dari usia SD dan SMP. Kegiatan belajar sekolah adat berlangsung setiap Sabtu.
Sekolah adat berupa kelompok belajar ini dirancang secara sederhana dan nyaman dengan melibatkan tetua adat, sikerei, dan juga orang yang bukan sikerei tetapi diyakini memiliki pengetahuan adat.
Metode ini juga bertujuan agar siswa sekolah adat dapat memahami, bangga, dan mencintai budaya Mentawai. Guru sekolah adat menjelaskan salah satu topik pembelajaran mengenal dan memahami jenis-jenis tumbuhan obat tradisonal, seperti daun aileleppet, mumunen, dan banyak lagi jenis tanaman yang bermanfaat yang bisa digunakan untuk tanaman obat.
Agar pelajaran lebih nyaman dan menyenangkan, guru membawa siswa ke hutan terdekat untuk menemukan dan menyentuh secara langsung tanaman obat-obatan tersebut. Selanjutnya guru akan menjelaskan nama-nama daun, fungsinya, dan sekaligus mempraktikkan cara meraciknya.
Ramuan obat-obatan ini biasanya dari daun. Tetapi ada juga yang dari batang nangka yang dikikis, pucuk daun nangka, kulit batang rambutan hutan, kulit batang langsat, dan kulit batang durian.
Cara peracikan dilakukan dengan bambu kecil sebagai tempat obat, kemudian dimasukkan kulit durian, lalu kulit batang nangka, kulit batang rambutan, dan kulit batang Langsat, baru dimasukkan pucuk daun nangka. Kegunaannya untuk mengobati penyakit siripisou dan sikatengan baga atau penyakit di perut.
Tak lupa guru sekolah adat juga menjelaskan tabu atau pantangan yang harus dijalankan sebelum dan sesudah melakukan pengobatan.
Selain guru, tetua adat juga ikut mengajarkan anak-anak di sekolah adat seperti mengidentifikasi tanaman obat, membuat kerajinan anyaman dan belajar budaya Mentawai.
Banyak dampak positif yang dirasakan siswa yang ikuti kegiatan ini. Minimal mereka bisa mengenal dan memahami bahwa pengetahuan adat sangat penting diwariskan sebagai sumber kehidupan yang berkelanjutan. (Fransiskus Yanuarius M)