TIUS Saogo makin berhati-hati saat melaut pada malam hari. Jika akan memancing ikan atau menyelam mencari teripang, nelayan Dusun Mangka Baga, Desa Sinaka, Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai itu tidak lagi sepenuhnya menggunakan senter sebagai penerang. Ia, juga nelayan lain di desanya, kini memilih berhati-hati menggunakan senter karena takut diserang ikan todak.
“Todak bisa melompat ke arah kami begitu melihat cahaya senter, apalagi kalau malam sedang gelap. Todak sangat berbahaya kalau kita sampai terkena moncongnya,” kata Tius Saogok di Dusun Mangka Baga pada Selasa, 11 Maret 2025.
Serangan ikan todak yang bernama latin Xiphias gladius menjadi momok menakutkan bagi nelayan di Desa Sinaka akhir-akhir ini. Ini terkait dengan dua peristiwa tragis pada Oktober dan November 2024. Seorang nelayan di desa itu tewas dan dua lainnya terluka akibat ditusuk ikan todak.
Jika sedang melaut dengan perahu, saat sedang banyak todak berlompatan, kini Tius dan kawan-kawannya memilih bertiarap di dalam perahu menunggu ikan-ikan todak itu tidak lagi berlompatan.
Tius mengaku tiga tahun silam pernah diserang ikan todak ketika berada di atas perahu saat memancing di Pulau Sanding, pulau terluar di Pagai Selatan. Malam itu gelap tanpa cahaya bulan. Ia mendayung perahu hendak pindah ke lokasi tempat menyelam.

“Saya hidupkan senter di kepala, tahu-tahu seekor todak meloncat ke arah saya, pinggul saya terasa sakit, celana saya robek. Saya menepi ke pantai dan tidak bisa berjalan, akhirnya ditolong kawan-kawan dibawa ke pantai,” katanya.
Tius masih bersyukur todak itu tidak terlalu dalam melukai pinggulnya.
“Untung bukan perut saya yang kena tusuk moncongnya,” katanya.
Setelah itu ia agak trauma bertemu dengan ikan todak. Jika mencari lokasi menyelam, dia lebih berhati-hati menghidupkan senter.
“Kalau kita hidupkan senter, ikan todak akan meloncat-loncat tak tentu arah, kadang terbang ke sampan, moncongnya kadang tertancap ke sampan,” ujarnya.
Menurut Tius ikan todak tidak berniat menyerang nelayan, melainkan hanya bereaksi pada cahaya senter.
“Kadang saya dan teman-teman berteriak pada todak, beli sentermu sendiri, jangan ikuti senter kami,” katanya tertawa.
Serangan Mematikan
Suwarjono, nelayan dari Dusun Boriai, Desa Sinaka juga memiliki pengalaman diserang ikan todak. Ia diserang ikan todak saat berada di atas perahunya yang sedang meluncur. Tiba-tiba beberapa ekor ikan todak berlompatan mengiringi perahunya mengejar cahaya senter yang ia hidupkan. Seekor ikan todak melompat ke perahunya.

“Todak itu meluncur tiba-tiba dari arah belakang perahu, mengenai punggung adik saya di belakang saya dan moncongnya mengenai jari kaki saya hingga terluka,” ujarnya.
Tapi tusukan ikan todak yang mematikan menimpa Fernanto, 43 tahun, juga nelayan Dusun Boriai, Desa Sinakak yang melaut bersama tiga rekannya pada 10 Oktober 2024.
Jurasman Sakerebau, rekannya, menceritakan pada pukul 9 malam ia bersama Fernanto dan dua lainnya pergi ke perairan Sinaka.
“Saat itu laut sedang pasang dan saat kami senter banyak ikan todak berloncatan ke permukaan,” katanya.
Setelah membuang jangkar perahu, Jurasman, Vernanto, dan dua rekan mereka terjun ke laut menyelam memungut teripang di dasar laut dan di karang.
“Saya saat itu masih menyelam dan tiba-tiba mendengar suara berteriak minta tolong. Itu teriakan Fernanto yang jadi korban ikan todak. Dua teman lainnya langsung berenang ke arahnya. Fernanto mengatakan ia baru saja diserang todak sebesar kaki,” kata Jurasman.
Ketika diserang, jelas Jurasman, Fernanto sedang berenang ke permukaan untuk menaruh teripang hasil tangkapannya ke perahu. Ia memegang senter yang masih hidup di tangannya untuk mencari perahu. Saat itulah ia diserang ikan todak.
“Kami membawa Fernanto ke perahu, tapi darahnya sudah banyak keluar sehingga ia meninggal dunia saat sampai di pantai,” ujarnya.

Rahmat Ziki, petugas Pos Pelayanan Kesehatan Dusun Korit Buah, Desa Sinakak yang memeriksa korban mengatakan Fernanto meninggal karena banyak kehilangan darah.
“Yang terluka itu bagian leher, tembus 10 sentimeter, gigi todaknya juga tertinggal di dalamnya, banyak urat yang kena, termasuk saluran pernapasan sehingga tidak tertolong lagi,” kata Rahmat Ziki pada Kamis, 13 Maret 2025.
Pada 5 November 2024 seorang nelayan bernama Bahtiar Saogo, 33 tahun di Dusun Korit Buah, Desa Sinaka juga diserang todak. Rahmat Ziki menceritakan Bahtiar terluka di bagian kepala akibat tusukan moncong todak.
“Saya menjahit luka di bagian kepala itu dengan 23 jahitan luar dan enam jahitan dalam,” ujarnya.
Korban ikan todak lainnya yang ditangani Rahmat Ziki adalah Ernis, 47 tahun, pada 9 November 2024. Nelayan Dusun Boriai, Desa Sinaka itu diserang pada bagian punggung kaki dekat pergelangan hingga tembus ke telapak. Anes berhasil ia tangani.
“Kedua korban todak itu yang terakhir berhasil saya tangani dan sembuh,” katanya.
Sebelumnya Rahmat Ziki juga pernah menangani korban serangan ikan todak pada 2017. Seorang nelayan Dusun Korit Buah yang menyelam untuk menangkap teripang dan udang diserang todak yang mengakibatkan telinganya putus.
“Telinganya saya jahit dan sambung kembali,” ujarnya.

Bahtiar Saogo yang kepalanya luka dan pernah ditangani Rahmat Ziki menceritakan bagaimana ikan todak menyerangnya pada 5 November 2024 malam. Saat itu ia baru selesai menyelam di perairan Sinaka di depan dusunnya, Korit Buah. Ia berhasil menangkap seekor gurita dan membawanya naik ke permukaan dekat pantai yang berkarang. Senter terpasang di sisi kanan kepalanya.
“Saya memukul gurita dengan batu karang, sinar senter di kepala saya bergerak-gerak di atas air. Saat itulah tiba-tiba seekor ikan todak sebesar kaki melompat ke arah senter saya dan melukai kepala saya,” katanya pada Kamis, 13 Maret 2025.
Bahtiar mengaku baru pertama kali diserang ikan todak.
Terpengaruh Cahaya
Untuk mengantisipasi serangkan ikan todak, pada akhir Februari 2025, Suwarjono dan kelompok nelayan di Desa Sinakak mendapat pelatihan dari Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM), NGO yang mendampingi kelompok nelayan di Desa Sinaka tentang keamanan laut, termasuk cara mengantisipasi dari kecelakaan di laut akibat ikan todak.
Manager Program Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan YCMM Yuafriza mengatakan YCMM sudah melakukan dua kali pelatihan untuk nelayan di Sinaka bekerja sama dengan Pos Kamla Pagai Selatan terkait aspek resiko keselamatan di laut.
“Termasuk bagaimana memberikan pertolongan pertama pada korban saat terjadi kecelakaan di laut, seperti saat terserang ikan todak,” kata Yuafriza.
Menurut nelayan Desa Sinaka, Gertianus, 49 tahun, perairan Sinakak dengan pulau-pulau kecil tempat nelayan biasa menangkap ikan adalah habitat ikan todak.
Pada malam hari, Rabu 15 Maret 2025, di perairan pantai di Dusun Sinaka banyak todak yang telihat berloncatan di permukaan laut saat ada sinar bulan .
“Lihat sendiri, di sini banyak todak, apalagi kalau kita menyenternya, dia akan melompat mengejar cahaya senter ke arah kita,” kata Gertianus.
Gerti mengatakan ikan todak tidak pernah menyerang nelayan, tetapi hanya bereaksi pada cahaya. Pada masa lalu sebelum tahun 2000, kata Gerti, nelayan di Desa Sinakak menggunakan lampu petromak di ujung depan perahu untuk penerangan ke laut saat memancing atau menyelam.

“Serangan todak itu sering ke arah lampu petromak sehingga banyak juga yang lampunya sampai pecah. Tetapi sekarang lampu sudah diganti senter dan itu biasanya dipegang oleh nelayan atau dipasang di kepala, begitu dihidupkan di laut todak langsung meloncat ke arah cahaya senter dan akibatnya bisa fatal,” ujarnya.
Ia mengatakan ikan todak juga bukan ikan tangkapan yang disukai nelayan, karena dagingnya yang agak tipis banyak tulangnya.
“Kalau saya terpancing ikan todak saya putus saja tali pancingnya, karena kalau ditarik juga berbahaya, todaknya bisa melompat dan melukai kita, sudah ada juga korban yang matanya buta saat memancing todak karena todak melompat ke arahnya,” kata Gerti.
Ia mengingatkan agar nelayan lebih berhati-hati dengan cahaya senter saat di laut, karena di perairan Sinakak banyak ikan todak.
“Dulu korban ikan todak juga sudah ada, tapi paling kena sedikit, kena kaki atau tangan, itu juga saat berada di atas perahu. Tetapi saat ini ikan todak lebih sering menyerang daripada dulu,“ ujarnya.
Serangan todak tidak hanya terjadi di Desa Sinaka. Pada 18 Oktober 2024 seorang peselancar perempuan asal Italia tewas tertusuk ikan todak saat berselancar di perairan Pulau Masokut, Kecamatan Siberut Barat Daya, Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai.
Harfiandri Damanhuri Ahli Perikanan dari Universitas Bung Hatta mengatakan ikan todak bukan sengaja menyerang manusia, tetapi terpengaruh cahaya.
“Ikan todak termasuk ikan perenang tercepat, salah satu sifatnya suka terbang ke permukaan sebagai salah satu ekspresinya, mungkin karena ada cahaya itu dia terkejut, responnya jadi lebih cepat. Karena terkejut tidak bergerak cepat dan tidak sengaja menyerang manusia,” ujarnya.
Sedangkan peristiwa ikan todak yang menyebabkan kematian peselancar asal Italia yang terjadi pada siang hari, menurut Harfiandi kemungkinan karena todak tertarik dengan papan selancar yang biasanya berwarna-warni di dalam air.
“Kemungkinan dikira itu makanannya,” katanya.
Menurut Harfiandri, Ikan todak terus berenang agar suhu tubuhnya stabil. Berenangnya vertikal seperti huruf U. Kecepatannya 60 km per jam dan menjadi salah satu ikan tercepat di dunia.
“Todak dikenal sebagai ikan pedang karena mendapatkan makanan besar dengan cara menyerang atau menebas sehingga jika terkena pada manusia akan berdampak pada kematian luka yang dalam,” ujarnya. (Febrianti/Uggla.id)