KOMUNITAS Konservasi Indonesia (KKI) Warsi telah menyalurkan dana hibah sebesar Rp2,3 miliar kepada 13 Community Based Organization (CBO) atau organisasi berbasis komunitas yang mengelola perhutanan sosial di Provinsi Sumatera Barat dan dua Civil Society Organization (CSO) atau organisasi masyarakat sipil.
Demikian disampaikan Manajer Program Pengelolaan Pengetahuan, Evaluasi, dan Pengembangan Sumber Daya KKI Warsi Riche Rahma Dewita saat acara silaturahmi dan buka puasa bersama media, civil society organization (CSO), dan anggota perkumpulan Warsi di Hotel Whiz Prime, Padang, Jumat (21/3/2025).
“Dana itu untuk pengelolaan hutan dan pengembangan usaha berbasis masyarakat,” kata Riche.
Dengan penguatan kapasitas yang dilakukan KKI Warsi, kata Riche, penerima dana hibah juga berhasil mendapatkan dana dari pihak ketiga sebesar Rp159 Juta, sehingga total dukungan dana yang digunakan untuk program tersebut bertambah menjadi Rp 2,4 miliar.
Riche menjelaskan, KKI Warsi lebih 30 tahun melakukan kegiatan pendampingan masyarakat di sekitar hutan di empat provinsi di Indonesia, Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, dan Kalimantan Utara. Untuk Sumatera Barat, sejauh ini KKI Warsi telah mendampingi 47 izin kelola Perhutanan Sosial yang tersebar di delapan kabupaten dengan total luasan 96.482 ha. Selain itu, KKI Warsi juga melakukan upaya tutupan hutan di areal Perhutanan Sosial yang didampingi seluas 67.818 ha.
Kegiatan pendampingan yang dilakukan di antaranya peningkatan kapasitas dan penguatan kelembagaan, pengamanan dan perlindungan hutan, pengembangan usaha berbasis masyarakat, pembangunan jaringan antar komunitas dan pasar lokal untuk penjualan produk.
“Kemudian pembangunan infrastruktur pengembangan usaha dan pengamanan hutan, serta mobilisasi dukungan untuk kebijakan dan pendanaan lain,” ujar Riche.
Dengan peningkatan kapasitas masyarakat lokal di sekitar hutan yang dilakukan KKI Warsi di Sumatera Barat, tambah Riche, berhasil memanfaatkan imbal jasa lingkungan dengan program Pohon Asuh (pohonasuh.org) dengan total pohon yang telah diasuh sebanyak 1.593 pohon dan dana imbal jasa lingkungan yang didapat sebesar Rp570 Juta.
Selain itu, kata Riche, KKI Warsi juga mendampingi 23 kelompok usaha yang mengelola Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Provinsi Sumatra Barat, di antaranya terdiri dari Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), dan KP (Kelompok Perempuan).
“Ada lima kelompok usaha berkelanjutan dan telah memasuki pasar lokal, yaitu KUPS Kopi Payung Sirukam (Kopi), KUPS Kompos Kayu Balang Sirukam (Kompos), KUPS Kompos Pakan Rabaa (Kompos), KUPS Beras Organik Simancuang (Beras), dan KP Ruhama (Minuman Serbuk Daun Gambir),” katanya.
Kemudian berkolaborasi dengan Dinas Perkebunan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura, pertanian organik dikembangkan di beberapa nagari di Kabupaten Sijunjung, Solok Selatan, Solok, dan Lima Puluh Kota dengan total lahan 6,2 ha.
“Dalam upaya peningkatan kapasitas masyarakat lokal ini, KKI Warsi berkomitmen untuk memastikan seluruh elemen masyarakat dari berbagai kelompok umur, jenis kelamin, hingga latar belakang sosial terlibat secara aktif dalam pengelolaan dan penjagaan hutan,” ujarnya.

Ada 26 perempuan di 12 nagari, kata Riche, yang berperan sebagai motor penggerak dalam mendorong partisipasi aktif perempuan dalam pengambilan keputusan di tingkat nagari dan mendapat akses untuk pengelolaan dan perlindungan hutan.
Kemudian ada 31 pemuda yang telah dilatih terkait jurnalisme warga dan telah melakukan publikasi terkait pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) berkelanjutan di nagarinya.
“Untuk meningkatkan pengelolaan data potensi nagari dan meningkatkan partisipasi masyarakat, KKI Warsi berhasil melakukan pendampingan digitalisasi data ruang mikro menggunakan PRM-AID di Nagari Aia Batumbuk, Sirukam, Kumanis, Tanjung Bonai Aur, Silantai, dan Alam Pauh Duo,” katanya.
Riche menjelaskan dalam memperkuat pengelolaan hutan dan peningkatan ekonomi masyarakat di areal Perhutanan Sosial, KKI Warsi juga telah menyusun kerangka penggunaan dana lingkungan hidup bersama Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Barat (RBP-GCF). Juga telah melakukan penandatanganan MoU dengan Pemkab Kabupaten Lima Puluh Kota dan Pemkab Sijunjung terkait pemberdayaan masyarakat nagari dalam pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.
Dewan Anggota KKI Warsi Rahmat Hidayat yang hadir pada acara itu berharap kegiatan pendampingan yang dilakukan KKI Warsi mampu berkontribusi untuk menyelaraskan kepentingan ekonomi dan kepentingan ekologi di Provinsi Sumatra Barat.
“Kabupaten Solok Selatan saat ini sudah berubah menjadi tambang, kalau dulu banjir galodo bisa terjadi sekali dalam setahun, saat ini bisa terjadi tiga kali dalam setahun,” katanya.
Karena itu, kata Rahmat, dibutuhkan pemimpin yang mampu menjalankan amanah untuk menyelaraskan kepentingan ekonomi dan ekologi.
“Komitmen kami ke depan, kami memilih jalan tengah, di mana jalan tengah ini mampu melibatkan semua pihak, dari pemerintah, akademisi, jurnalis, tokoh agama, sektor privat, dan lainnya,” ujarnya. (Febrianti/Uggla.id)