Banjir Ikan Tiba-Tiba di Mentawai dan Fenomena Iklim

ikan

Ikan batik tangkapan nelayan di Beriulou, Pulau Sipora ketika ikan tiba-tiba mudah ditangkap. (Foto: Febrianti/Uggla.id)

RENATUS SATOINONG dan tujuh temannya yang sedang berada di perahu mesin kaget luar biasa. Tiba-tiba mereka melihat seekor ikan paus lewat tak jauh dari perahu yang mereka gunakan. Ukurannya dua kali panjang perahu mereka.

Nelayan Desa Sioban, Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai itu sedang bersiap menjaring ikan di teluk, di pantai berbatu yang di kelilingi mangrove. Tiba-tiba dari arah laut ikan paus itu datang memburu ikan-ikan kecil yang sedang berloncatan di permukaan laut ke arah pantai. 

“Karena sudah dekat dengan pantai, paus itu langsung terdampar di pantai,” kata Renatus, 60 tahun, menceritakan kejadian pada pagi, 21 Oktober 2023 itu.

Lampiran Gambar

Renatus Satoinong (kiri) dan putranya, nelayan yang berusaha menolong paus terdampar di Sioban, Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai. (Foto: Febrianti/Uggla.id)

Melihat kejadian itu, Renatus dan kawan-kawannya memacu perahu mendekati paus tersebut hendak menolong.

“Paus itu sangat besar, panjangnya 12 meter, kepala hingga ekor berwarna hitam dan perutnya putih,” katanya.

Ke delapan nelayan itu berusaha menolong paus yang malang. Mereka mengikat tali dan menarik dengan perahu mesin mereka kembali ke laut. Tapi beban berat paus tidak beranjak sedikit pun.

“Kami memanggil teman lain yang punya boat lebih besar, lalu berusaha menariknya kembali ke laut, tapi tidak bisa. Padahal kami ingin menyalamatkannya, kasihan melihat ikan besar itu, ia tidak bisa bernapas karena hidungnya tidak kena air laut,” kata Renatus.

Namun upaya kedua menarik paus dengan perahu bermesin tempel lebih besar juga tidak bisa. Beberapa jam kemudian paus itu mati karena lama tidak terendam air laut dan perutnya terluka tergores karang.

Akhirnya paus itu diambil dagingnya oleh warga sekitar. Tidak hanya warga Desa Sioban yang datang, tapi juga warga dari desa tetangga. Apalagi saat itu mereka sudah lama tidak mendapatkan tangkapan dari laut, karena sedang musim badai sejak pertengahan 2023.

“Selama dua hari orang-orang dari kampung sini dan kampung tetangga  datang mengambil dagingnya, biar dimanfaatkan daging pausnya daripada sia-sia, karena selama musim badai sejak Juni lalu kami ke laut tidak pernah dapat ikan, pergi kosong, pulang kosong,” kata Renatus.

Ikan Pelagis Melimpah

Sejak paus terdampar itu ikan-ikan pelagis jadi sangat banyak di perairan sekitar pantai. Renatus tidak lagi menjala ikan karang, tetapi memancing beberapa jenis ikan pelagis yang sangat mudah didapat, seperti tongkol batik, kuarisi merah, dan ikan kembung. Ikan yang paling banyak ditangkap adalah tongkol batik.

Lampiran Gambar

Oben Samaloisa, nelayan Beriulou dengan ikan hasil tangkapannya. (Foto: Febrianti/Uggla.id)

“Rata-rata sehari saya dapat 20-25 kilogram, itu sudah banyak, nelayan lain juga begitu. Jadi ikannya untuk dimakan, diasap, dan dijadikan ikan asin,” kata Renatus, 12 November 2023.

Sejak pertengahan Oktober banyak ikan pelagis mendekati pantai Pulau Sipora. Tak hanya di Sioban, tapi juga di Bosua, Betumonga, hingga Tuapeijat, pusat Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Di Beriulou, ikan batik yang membanjir membuat nelayan bosan mengonsumsi ikan. Sekali menangkap ikan nelayan bisa mendapat hingga 100 kilogram. Namun karena ikan banjir di desa tetangga membuat ikan yang mereka peroleh hanya untuk dikonsumsi.

“Dimakan sudah bosan, dijual tidak laku karena semua orang punya ikan, disalai (diasap) rasa dagingnya jadi keras, akhirnya setelah ikan diasap kami bagikan kepada saudara yang jauh dari pantai, setelah itu ikan tongkol batik itu kami tangkap secukupnya saja untuk dimakan,” kata Oben Samalosa, nelayan di Beriulou pada 11 November 2023.

Menurut Dr. Harfiandri Damanhuri, ahli Konservasi Biota Kelautan dari Universitas Bung Hatta, Padang, fenomena banyaknya ikan yang mendekat ke pantai di Pulau Sipora dipicu oleh dinginnya suhu air laut. Suhu yang dingin membuat plankton berkembang biak.

“Plankton sumber makanan ikan kecil berkembang biak luar biasa, terbawa arus ke pesisir pantai mengakibatkan ikan-ikan kecil akan berpesta pora memakan plankton. Ikan bisa mencium bau makanannya, lalu seperti rantai makanan, ikan kecil dimakan ikan besar seperti tongkol. Kehadiran ikan besar itu akhirnya juga membawa pemangsa paling akhir, yaitu ikan paus,” katanya.

Lampiran Gambar
Dr. Harfiandri Damanhuri, ahli Konservasi Biota Kelautan dari Universitas Bung Hatta, Padang. (Foto: Febrianti/Uggla.id)

Penyebab berlimpahnya plankton karena kondisi perairan laut di Samudera Hindia yang dingin. Harfiandri menjelaskan hasil penelitiannya pada tahun lalu di Selat Bunga Laut, antara Pulau Siberut dengan Sipora, suhu permukaan laut rata-rata berkisar 28,29 derajat Celsius.

“Minggu lalu, saat saya ke Pulau Pagai Utara ternyata suhu air laut lebih dingin, pada termometer selam tercatat suhu permukaan 24 derajat Celsius, dan rekan saya yang menyelam pada kedalaman 12 meter mencatat suhu air lautnya 21 derajat, membuat dia tidak sanggup menyelam,” katanya.

Akibat suhu laut yang dingin membuat plankton berkembang biak lebih banyak karena terus berproduksi, tapi tidak ada yang mati. Plankton terus berproduksi di bawah pemukaan, lalu naik ke atas terbawa arus dan akan mati saat kena panas, kemudian terurai menjadi nutrien.

“Saat air laut dingin, plankton tidak mati, sementara di bawah plankton terus diproduksi, akhirnya terjadi ledakan plankton, terbawa arus ke pantai, ini yang dikejar ikan-ikan kecil yang mencium bau makanannya,” kata Harfiandri.

Fenomena banyaknya ikan selama dua bulan terakhir akibat dinginnya suhu air laut, menurutnya menguntungkan nelayan karena berlimpahnya tangkapan dekat pantai.

“Saat ini tidak hanya di Mentawai, pantai di pesisir Samudera Hindia dari Sumatera hingga Jawa juga sedang kebanjiran ikan, tapi dari sisi lain ledakan banyaknya plankton ini juga bisa mengakibatkan tutupan muka laut menghambat penetrasi cahaya matahari masuk ke dalam air dan bisa mengganggu produktivitas perairan ekosistem terumbu karang, dan karang menjadi mati,“ kata Harfiandri.

Dampak IOD

Kepala Stasiun Klimatologi Sumatera Barat Heron Tarigan mengatakan di Sumatera Barat mengalami fenomena Elnino dan juga Indian Ocean Dipole (IOD) yang terjadi bersamaan sejak awal September 2023.

El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah yang mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Dan berdampak kekeringan untuk wilayah Indonesia.

Lampiran Gambar

Seorang nelayan di Beriulou, Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai sedang melaut. (Foto: Febrianti/Uggla.id)

Sedangkan IOD adalah fenomena yang terjadi di Samudera Hindia yang menyebabkan suhu permukaan laut di Samudera Hindia bagian barat mendingin. Ini mengakibatkan tidak terjadinya penguapan sehingga tidak terjadi hujan.

“IOD itu akibat perbedaan suhu air laut kita dengan Afrika Timur, kalau suhunya positif di tempat kita jadi dingin daripada di Afrika Timur, tapi kalau sebaliknya nanti air laut kita hangat, di Afrika Timur lebih dingin. Saat itu terjadi namanya di tempat kita IOD-nya negatif, berarti akan terjadi penambahan masa uap air ke kita,” kata Heron Tarigan pada 20 Oktober 2023.

Baca juga: Uma Sabeu di Lembah Butui

Ia memperkirakan IOD pada akhir 2023 akan normal. “Mudah-mudahan sudah mulai banyak hujannya, karena IOD-nya sudah mulai meluruh,” kata Heron.

Menurutnya dampak IOD yang terjadi di Samudera Hindia juga ada yang diuntungkan, karena terjadi upwelling sehingga plankton di bawah naik ke atas. “Itu yang menyebabkan banyak ikan yang berada di permukaan,” kataya. (Febrianti/Uggla.id)

Baca Juga

Pesta Adat
Pesta Besar Liat Eeruk Akan Kembali Digelar di Matotonan, Mentawai
Unand
Unand sebar mahasiswa lakukan pendidikan konservasi primata di Mentawai
Primata
6 Jenis Primata Endemik di Kepulauan Mentawai
Samung
Panen Samung dan Dapat Durian Runtuh di Sungai Beriulou
primata
Primata Endemik Mentawai Swafoto di Depan Kamera Trap
Pulau Siburu
Menombak Ikan Bersama ‘Pasukan Katak’ di Pulau Siburu