Trend Asia: Intensitas Banjir Berlipat Menunjukkan Sipora Rentan Terhadap Krisis Iklim

Sipora

Rumah warga di Desa Saureinuk, Sipora Selatan terendam banjir, Senin (14/7/2025). (Foto: Nulker Sababalat)

PADANG –Trend Asia dan LBH Padang menyebutkan intensitas banjir yang berlipat hingga tiga kali dalam setahun di Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai menunjukkan bahwa pulau itu adalah pulau kecil yang rentan terhadap krisis iklim.

“Dan [pulau itu] tengah merasakan dampak berupa cuaca ekstrem dan pergeseran musim,” kata Amalya Reza, juru kampanye bioenergi Trend Asia melalui siaran pers Trend Asia bersama LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Padang, Rabu (16/7/2025).

Hal ini, kata Amalya Reza, ditambah dengan hadirnya ancaman-ancaman baru yang berpotensi mengubah bentang alam Pulau Sipora.

Trend Asia dan LBH Padang menyampaikan, Pulau Sipora yang merupakan salah satu gugusan pulau kecil di Mentawai kembali diterjang banjir parah pada Senin, 14 Juli 2025.

Setelah diguyur hujan sedang selama 48 jam, Desa Saureinu di pulau itu terendam banjir untuk kedua kalinya tahun 2025 ini. Kejadian tersebut hanya berselang kurang dari sebulan dari banjir sebelumnya yang merendam desa-desa di Saureinu hingga ketinggian 1,5 meter.

Menurut kedua lembaga ancaman terhadap bentang alam Pulau Sipora tidak terlepas dari konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang diberikan kepada PT Sumber Permata Sipora (SPS).

Lampiran Gambar
Peta Konsesi PT Sumber Permata Sipora (SPS) di Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai. (Dok. Trend Asia)

Izin PT SPS mencakup area seluas 20.706 hektare untuk pemanfaatan hasil hutan kayu dan 200 hektare untuk jasa lingkungan.

“Luas konsesi ini mencakup sekitar sepertiga dari total luas Pulau Sipora yang hanya 61.518 hektare, menempatkannya dalam kategori pulau kecil,” kata Amalya.

Ia menyebutkan ada 17 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang masuk ke dalam konsesi tersebut. Enam DAS di antaranya lebih dari 50 persen berada dalam wilayah konsesi.

“Ini berpotensi mengubah aliran sungai dan tutupan di sekitarnya. Ditambah dengan karakteristik DAS di pulau kecil yang cenderung pendek, ini memperbesar kemungkinan banjir semakin sering terjadi,” ujarnya.

Izin PT SPS, kata Amalya, berpotensi mendeforestasi 20.143 hektare hutan alam dan setara dengan 97 persen dari luas konsesi tersebut.

Potensi perubahan bentang alam dengan hadirnya konsesi akan memperbesar kemungkinan bertambahnya intensitas banjir.

“Dengan begitu, menambah kerentanan pulau-pulau kecil serta masyarakat yang tinggal di dalamnya,” katanya.

Menurut Trend Asia dan LBH Padang kehadiran PT SPS di Pulau Sipora sangat tidak sesuai dengan semangat Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PPK).

Meskipun Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (PBPH) tidak secara eksplisit dilarang di pulau kecil seperti halnya tambang mineral, namun potensi kerusakannya terhadap sistem tata air di pulau kecil melanggar Pasal 23 UU PPK yang mengamanatkan pemanfaatan yang berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu.

Direktur LBH Padang Diki Rafiqi menjelasskan saat ini Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) yang diajukan PT SPS masih dalam proses untuk mendapat persetujuan pelepasan hak dari delapan desa yang masuk ke dalam konsesi.

Lampiran Gambar
Daerah Aliran Sungai (DAS) di dalam PBPH PT Sumber Permata Sipora (SPS) di Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai. (Dok. Trend Asia)

“ANDAL tersebut termasuk dalam kategori risiko tinggi,” ujarnya.

LBH Padang juga menemukan indikasi modus-modus kecurangan dalam perizinan, seperti manipulasi data penggunaan lahan dalam dokumen AMDAL. Kemudian tidak adanya proses konsultasi publik yang sah dan partisipatif dengan masyarakat terdampak, serta tanda tangan persetujuan yang diduga diperoleh tanpa informasi yang utuh dan di luar prosedur yang berlaku. 

Menurutnya perizinan PT SPS di Sipora menunjukkan dugaan abainya prinsip partisipasi bermakna dan pengakuan terhadap hak ulayat.

“Warga tak diberi informasi utuh dan sistem tenurial adat diabaikan. Di pulau kecil seperti Sipora, hal ini bukan hanya memicu konflik agraria, tapi juga memperbesar risiko bencana ekologis,” kata Diki.

Diki menyebutkan beberapa warga dari desa-desa dalam wilayah konsesi mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan dokumen lingkungan hidup. Bahkan mereka tidak mengetahui keberadaan proyek PT SPS.

“Juga ditemukan modus persetujuan pelepasan hak melalui permintaan tanda tangan dari perwakilan setiap desa yang sudah dilakukan di 8 desa. Namun metode ini bertentangan dengan sistem tenurial beberapa kampung yang memakai sistem kepemilikan komunal kaum,” ujarnya.

LBH Padang dan Trend Asia menyebutkan menemukan pemetaan batas wilayah adat tidak dijadikan rujukan utama dalam proses perizinan, sehingga ada tumpang tindih antara wilayah konsesi dan tanah ulayat masyarakat adat Mentawai.

Kejadian Serupa di Pulau Lain

Menuruta LBH Padang dan Trend Asia eksploitasi serupa tidak hanya terjadi di Sipora, tetapi juga pada gugusan kepulauan lain di Mentawai.

Di Pagai Utara dan Pagai Selatan, PBPH PT Minas Pagai Lumber menguasai hampir seluruh luas kedua pulau tersebut. Sementara, di Pulau Siberut, yang meskipun masuk kategori pulau besar, hampir setengah wilayahnya dikuasai izin PBPH PT Salaki Suma Sejahtera, PT Biomass Andalan Energi, dan yang terbaru masih mengurus izin, PT Landarmil Putra Wijaya. 

“Padahal, keseluruhan Kepulauan Mentawai berdasarkan data Inarisk BNPB, merupakan wilayah dengan kerentanan tinggi terhadap bencana, dengan 69 persen dari total populasi telah terdampak oleh cuaca ekstrem,” kata Amalya Reza.

Analisis Trend Asia, kata Amalya Reza, juga menemukan bahwa daerah-daerah pesisir dan DAS di Kepulauan Sipora memiliki kerentanan banjir yang tinggi.

“Pemerintah harus segera menghentikan penerbitan izin-izin industri ekstraktif di pulau-pulau kecil dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin yang sudah ada,” ujarnya.

Ia mengingatkan pemerintah agar tidak mengabaikan suara masyarakat adat.

“Juga menimbang melindungi ekosistem dan keberlangsungan hidup mereka yang rentan,” katanya. (*)

Baca Juga

KSP Sipora
Tim KSP Cek PBPH PT SPS ke Sipora, Tiga Komunitas Adat Sampaikan Penolakan
pisang
Hama Pisang Menyerang Mentawai, Ini Saran 3 Ahli Pertanian
Sipora
Izin Baru Penebangan Hutan Skala Besar di Sipora, Mentawai Ditolak Sejumlah Pihak
Toek Sipora
Terancamnya Budi Daya Toek Para Perempuan di Sipora, Mentawai
Pagai
Melawan Gempuran Kapal Penjarah
KKI Warsi
KKI Warsi Telah Salurkan Dana Hibah Rp2,3 Miliar untuk Komunitas Perhutanan Sosial