Menombak Ikan Bersama ‘Pasukan Katak’ di Pulau Siburu

Pulau Siburu

Jak Joko menunjukkan ikan karang yang sudah selesai diasap. (Foto: Sumario Tatubeket)

Dari Pantai Jati, Tuapeijat, ibu kota Kabupaten Kepulauan Mentawai di Sipora, boat 15 PK yang kami bawa melaju kencang pada pukul 10 malam ke Pulau Siburu, satu dari tiga pulau kecil yang berjejer di utara Pulau Sipora. Ketiga pulau adalah Pulau Putoutougat, Pulau Simakakang, dan Pulau Siburu. Jarak Pulau Siburu dari Tuapeijat sekitar 2,5 mil.

Boat kami yang dikendalikan Robert Choi melaju kencang melewati Pulau Putoutugat dan Pulau Simakakang menuju Pulau Siburu. Cuaca cerah, langit penuh bintang. Boat ini kami pinjam dari keluarga Tami di Pantai Jati, teman kami yang juga ikut menombak ikan malam itu.

Pada 3 Mei 2024 saya ikut Robert Choi dan kawan-kawannya menombak ikan di Pulau Siburu. Ini pertama kalinya saya ke Siburu. Sedangkan empat teman lainnya, Robert Choi, Viktor, Tami, dan Jak Joko sudah sering ke Pulau Siburu menombak ikan. Mereka bahkan menjuluki grup kecil mereka sebagai “Pasukan Katak”.

Lampiran Gambar
Pulau Siburu, Sipora Utara, Kepulauan Mentawai. (Foto: Sumario Tatubeket)

Tanpa buang waktu, boat kami langsung ke spot ikan di laut di depan pantai Pulau Siburu yang penuh dengan terumbu karang. Itu spot ikan-ikan karang, lobster, dan gurita. Robert Choi yang memimpin pencarian ikan, sebelum terjun ke laut, dari atas perahu ia memberikan instruksi pada kawan-kawannya yang akan menombak ikan untuk selalu mengutamakan keselamatan dalam menyelam.

“Saat menombak ikan harus menjaga jarak, tidak boleh berteriak, dan selalu berkomunikasi dengan menggunakan senter,” katanya.

Saya ditugaskan untuk menjaga perahu, mengikuti dan mengawasi mereka yang akan menombak ikan. Setelah memberikan instruksi, Robert Choi terjun pertama ke laut dengan senjata tombak ikan, disusul Viktor, Tami, dan Jak Joko. Cuaca sangat bersahabat malam itu, langit yang cerah dan penuh bintang menerangi “pasukan katak” penombak ikan di Pulau Siburu.

Lampiran Gambar
Pondok ladang Robert Choi di Pulau Siburu tempat kami beristirahat. (Foto: Sumario Tatubeket)

Saya yang menjaga sampan dan mengikuti para penyelam itu akan mendapat sinyal melalui gerakan senter yang mengarah kepada saya jika ikan berhasil di tombak. Saya mendayung secara perlahan menghampiri mereka agar mereka dapat meletakkan ikan di atas perahu.

Di spot pertama ikan yang didapatkan kurang memuaskan, akhirnya Robert Choi memutuskan ke spot lainnya ke arah barat yang tak jauh dari ladangnya. Kami pun melaju ke lokasi spot kedua. Saat sampai di lokasi, seperti biasa Robert Choi memberikan instruksi kepada penyelam untuk menyelam satu arah, agar perahu yang mengikuti mudah dijangkau.

Akhir Robert Choi terjun ke laut, disusul Tami, dan Jak Joko. Sementara saya dan Viktor yang bertugas menjaga perahu dan mengikuti ketiganya menombak ikan. Pada lokasi spot kedua ini, kami mendapat ikan yang lumayan, selain ikan juga ada empat ekor lobster dan dua gurita.

Lampiran Gambar
Viktor sedang memamerkan lobster bambu hijau hasil tangkapannya. (Foto: Sumario Tatubeket)

Pada pukul 2 dini hari para penyelam naik ke atas perahu. Setelah itu perahu melewati hutan bakau menuju pondok ladangnya Robert Choi.

Panen Samung di Nusa Siburu

Sampai di lokasi pantai berpasir, perahu disandarkan. Kami segera menurunkan barang-barang dan hasil tangkapan di perahu untuk dibawa ke pondok. Kami berjalan kurang lebih 10 menit menuju pondok ladang.

Saat sampai di pondok kami membagi tugas. Ada yang membersihkan ikan, memasak air minum, menakan nasi dan membuat perapian untuk mengasapkan ikan agar tidak membusuk, karena tangkapan ikan karang cukup banyak. Selain berbagai jenis ikan karang, juga ada empat lobster dan dua gurita.

Lampiran Gambar
Hasil kami menombak ikan malam-malam di Pulau Siburu. (Foto: Sumario Tatubeket)

Kami makan jam 3 dini hari dengan porsi ikan, lobster, dan gurita yang dimasak dalam satu kuali untuk lima orang. Saya hanya makan ikan tanpa nasi. Setelah makan, kami pun masih mempunyai tugas untuk menyalai ikan. Menyalakan kayu membuat api dan meletakkan ikan di tempat penyalaian dengan api yang menyala di bawahnya. Pukul 5 pagi kami mulai istirahat.

Pada pukul 08.30 pagi, setelah sarapan, kami memiliki satu misi lagi, yaitu panen samung di ladang Robert Choi yang jaraknya tak jauh dari pondok. Lokasi ladang yang akrab disebut dengan Nusa Siburu.

Di ladangnya banyak jenis tanaman tua, seperti kelapa, pinang, manggis, cengkeh, samung, dan jengkol. Ada dua pohon samung yang sedang berbuah lebat. Tami dan Jak Joko mulai memanjat salah satu pohon samung dan saya memanjat pohon samung lainnya. Kami mulai memetik samung dan menikmati buah yang segar dan manis itu di batangnya.

Lampiran Gambar
Usai panen samung di Pulau Siburu. (Foto: Sumario Tatubeket)\

Setelah buah samung terkumpul semuanya kami membawanya ke pondok dan melanjutkan untuk panen di pohon samung dekat pondok yang tak begitu lebat.

“Daripada dimakan binatang liar mending dipetik semua, biar bisa kita nikmati,” kata Rober Choi dari atas pondok.

Hasil panen samung pagi itu cukup lumayan, terkumpul lima karung buah samung yang dapat kami bawa pulang. Menjelang pulang, di pondok kami membagi sama banyak hasil panen dari laut berupa ikan asap dan hasil panen di darat, buah samung.

Pukul 12 siang kami meninggalkan Pulau Siburu menuju Tuapeijat. Sesampaikan di Pantai Jati pemilik boat pun sudah menunggu kami di halaman belakang rumahnya. Sebagai ucapan terima kasih karena telah berbaik hati meminjamkan boat, kami memberikan satu karung samung seberat 25 kg kepada pemilik boat.

Lampiran Gambar
Saya menetik buah samung di Pulau Siburu. (Foto: Sumario Tatubeket)

Perjalanan menuju Pulau Siburu bagi saya sangat mengesankan. Menurut saya, Pulau Siburu merupakan pulau yang begitu indah, sangat asri, dan subur. Pulau itu juga memiliki anak sungai atau yang dikenal sebagai Bat Sopak yang airnya sangat jernih dan dingin.

Kelebihan Pulau Siburu dibandingkan Pulau Ruamata di kampung saya di Beriulou, Sipora Selatan adalah Pulau Siburu memiliki anak sungai dengan air yang jernih. Sedangkan Pulau Ruamata tidak memiliki anak sungai seperti di Pulau Siburu. (Sumario Tatubeket/Editor: Febrianti)

Baca Juga

Mentawai
Komunitas ‘Sinuruk Mattaoi’, Cara Anak Muda Mengangkat Budaya dan Produk Mentawai
Sekolah Adat
Siswa dari 5 Sekolah Adat di Siberut Tampilkan Seni Budaya Mentawai
primata
Pemuda Adat Mentawai Berusaha Selamatkan 6 Primata Endemik
Mentawai
Pesta Besar di Desa Budaya Mentawai
Siberut
Youth Climate Action Day di Mentawai: Aksi Anak Muda Padukan Agama dan Lingkungan
Pesta Adat
Pesta Besar Liat Eeruk Akan Kembali Digelar di Matotonan, Mentawai