Departemen Biologi Universitas Andalas mengadakan kegiatan pendidikan konservasi terkait primata endemik Mentawai yang terancam punah di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
Program pendidikan konservasi primata itu dilakukan di tiga pulau, yaitu Pulau Pagai Utara, Pulau Pagai Selatan, dan Pulau Sipora selama lima bulan, mulai Juni ini hingga Oktober 2024.
Ketua Pelaksana pendidikan konservasi primata Mentawai dari Departemen Biologi Universitas Andalas Dr Rizaldi mengatakan pendidikan konservasi dilakukan karena semakin terancamnya primata endemik Mentawai di ketiga pulau itu akibat deforestasi (penebangan hutan) dan perburuan.
“Ketiga pulau sengaja kita pilih karena ancaman paling besar yang paling kita khawatirkan adalah primata endemik di sana tidak punya kawasan konservasi, sedangan di Pulau Siberut, pulau terbesar di Kepulauan Mentawai, ada Taman Nasional Siberut yang cukup luas,” katanya kepada Uggla.id.
Ia menambahkan, meski di Pulau Pagai Selatan ada sedikit kawasan konservasi berupa Suaka Margasatwa, tetapi tidak berfungsi karena tidak ada yang menjaga.
Dr Rizaldi menjelaskan pendidikan konservasi primata akan dilakukan 10 mahasiswa Jurusan Biologi dan mahasiswa Jurusan Antropologi Universitas Andalas, serta mahasiswa Kehutanan Universitas Muhamadiyah Padang. Mereka dibagi dalam tiga tim dan disebar di ketiga pulau.
“Sasaran atau target program edukasi ini diutamakan untuk warga usia muda dari tingkatan SD sampai SLTA dan juga komunitas masyarakat seperti Karang Taruna,” kata ahli primata tersebut.
Ketiga tim akan menetap di kampung-kampung, membaur dengan masyarakat dan akan melakukan edukasi konservasi primata secara informal.
“Metode pengajarannya tidak di kelas, tapi langsung observasi ke lapangan. Juga dengan pendekatan budaya dengan membuat kegiatan seni, membuat lomba untuk anak-anak, seperti lomba menggambar primata endemik Mentawai dan menggali cerita lokal yang relevan dengan menjaga keragaman hayati dan konservasi,” ujarnya.
Tim juga akan membantu sarana peralatan olah raga yang dibutuhkan pemuda, seperti bola kaki, bola voli, dan net voli. Saat ini satu tim sudah sampai di lapangan, yakni di Pagai Utara.
Dr Rizaldi menceritakan kegiatan edukasi menyasar anak muda dilakukan karena dari hasil survei primata yang dilakukan tahun lalu, saat itu banyak pemuda yang pulang sekolah memiliki waktu luang, mereka akhirnya pada sore hari dengan sepeda motor pergi berburu primata sebagai hobi baru.
“Karena jalan di tengah pulau untuk ke hutan juga banyak yang terbuka, kegiatan berburu ini yang akan kita alihkan dengan kegiatan olahraga,” ujarnya.
Dr Rizaldi menjelaskan program pendidikan konservasi primata Mentawai ini didanai Manday Nature, sebuah lembaga konservasi dari Singapura. Tahun lalu, Manday Nature juga mendanai survei primata Mentawai yang dilakukan Departemen Biologi Unand dan Swara Owa.
Sangat Mengkhawatirkan
Di Kepulauan Mentawai terdapat enam spesies primata endemik yang berstatus terancam punah (endangered). Keenam primata endemik Mentawai itu adalah Owa Mentawai (Hylobates klossii) atau Bilou, Simakobu (Simias concolor), Atapaipai (Presbytis potenziani), Joja (Presbytis siberu), Siteut (Macaca pagensis), dan Bokoi (Macaca siberu).
Dr Rizaldi mengatakan pada 2023 Departemen Biologi Universitas Andalas melakukan survei pada keempat pulau di Kepulauan Mentawai.
“Hasilnya kondisi primata Mentawai sangat mengkhawatirkan, karena habitatnya terancam penebangan hutan dan juga perburuan, terutama di pulau yang kecil seperti Pulau Pagai Utara, Pagai Selatan, dan Sipora,” katanya.
Saat ini, kata Rizaldi, perhatian lembaga konservasi seperti International Union for Conservation of Nature (IUCN) terhadap primata endemik Mentawai sangat tinggi sejak tahun lalu, karena melihat tingginya ancaman terhadap habitat primata endemik Mentawai.
“Perhatian primatologi dunia juga tertuju ke primata Mentawai, tetapi untuk penelitian primata di Mentawai memang tidak ada lagi peneliti asing yang datang, ini karena susahnya perizinan untuk peneliti asing datang ke Indonesia,” ujarnya. (Febrianti/Uggla.id)